TUGAS JURNAL
PERBANDINGAN TATA LAKSANA RETINOBLASTOMA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis
ucapakan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas berjudul Perbandingan Tatalaksana Retinoblastoma. Adapun penulisan tugas
ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah
satu tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit
Mata di Rumah Sakit Abdoel Moeloek.
Penulis mengucapkan
terima kasih yang
sebesarnya kepada dokter pembimbing yang telah bersedia memberikan
bimbingan dalam penyusunan tugas ini, juga kepada semua pihak yang telah turut serta dalam membantu penyusunan tugas ini sehingga dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunannya laporan
kasus ini masih memiliki banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran demi
penyempurnaan laporan kasus ini. Akhirnya semoga tugas ini dapat menambah
wawasan dan bermanfaat bagi kita semua
Bandar Lampung, februari 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Retinoblastoma
merupakan tumor ganas okular yang sering ditemukan pada masa kanak-kanak.
Insidens retinoblastoma bervariasi mulai dari 1:14.000 hingga 1:20.000
kelahiran hidup, bergantung tiap negara. Dua pertiga kasus muncul sebelum akhir
tahun ketiga. Sekitar 30% kasus bersifat bilateral yang merupakan tanda dari
penyakit herediter, namun lebih dari sepertiga kasus dapat terjadi secara
unilateral. Tidak ada predileksi untuk jenis kelamin, ras, dan mata yang
terkena.
Retinoblastoma biasanya tidak disadari sampai tumbuh cukup besar
untuk menimbulkan suatu pupil putih (leukokoria), strabismus, atau peradangan.
Tumor stadium awal biasanya terlihat hanya bila dicari, misalnya pada anak
dengan riwayat herediter atau pada kasus-kasus yang mata sebelahnya sudah
terkena. Keluhan lain yang dapat timbul namun jarang, meliputi heterokromia
iris, hifema spontan, dan selulitis orbita. Keluhan gangguan penglihatan jarang
dilaporkan karena umumnya penderita adalah anak-anak dengan usia belum
bersekolah (preschool-aged children).
Anak-anak
dengan Retinoblastoma Intraokular yang mendapat perawatan medis modern
mempunyai prognosis yang baik dengan angka keselamatan hidup pada anak mencapai
lebih dari 95%, namun di negara berkembang penderita retinoblastoma seringkali
datang dengan keadaan tumor yang cukup parah karena terlambat terdiagnosis.
Referat ini membahas mengenai retinoblastoma mulai dari etiologi hingga terapi
agar retinoblastoma dapat terdiagnosis lebih dini.
BAB II
PEMBAHASAN
Retinoblastoma adalah tumor ganas okular yang sering ditemukan pada
masa kanak-kanak, berasal dari sel retina embrional, dapat terjadi dalam bentuk herediter dan
non-herediter, dapat mengenai satu mata (unilateral) dan kedua mata (bilateral).
Insidens retinoblastoma bervariasi mulai
dari 1:14.000 hingga 1:20.000 kelahiran hidup, bergantung tiap negara. Tidak
ada predileksi untuk jenis kelamin, ras, dan mata yang terkena. Sekitar 60-70%
kasus bersifat unilateral dengan usia rerata saat didagnosis adalah 24 bulan.
Sekitar 30-40% kasus bersifat bilateral dengan usia rerata saat didiagnosis
adalah 12 bulan.
Retinoblastoma
disebabkan oleh mutasi gen RB1 yang terletak pada lengan panjang kromosom 13
pada lokus 14 (13q14) yang mengkode protein pRB. Gen retinoblastoma normal yang
terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor atau anti-onkogen karena protein
pRB berfungsi sebagai supresor pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang
terikat pada DNA (Deoxiribo Nucleid Acid)
dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase G1 sampai fase S, sehingga
perubahan keganasan dari sel retina primitif terjadi sebelum diferensiasi
berakhir.
Retinoblastoma biasanya tidak disadari sampai tumbuh cukup besar
untuk menimbulkan suatu pupil putih (leukokoria), strabismus, atau peradangan. Keluhan
lain yang dapat timbul namun jarang, meliputi heterokromia iris, hifema
spontan, dan selulitis orbita. Keluhan gangguan penglihatan jarang dilaporkan
karena umumnya penderita adalah anak-anak dengan usia belum bersekolah (preschool-aged children).
Tabel 1. Tanda klinis
Retinoblastoma5
Usia
<5 tahun
|
Usia
≥5 tahun
|
Leukokoria
(60%)
|
Leukokoria
(35%)
|
Strabismus
(20%)
|
Penurunan
daya penglihatan (35%)
|
Inflamasi
okular (5%)
|
Strabismus
(15%)
|
Hipopion
|
Floaters
(5%)
|
Hifema
|
Nyeri
(5%)
|
Heterokromia
iris
|
|
Perforasi
spontan
|
|
Proptosis
|
|
Katarak
|
|
Glaukoma
|
|
Nistagmus
|
|
Anisokoria
|
|
Gambar 4. Leukokoria di
mata kanan pada penderita retinoblastoma
Ada dua klasifikasi yang saat ini digunakan untuk
mengelompokkan retinoblastoma, yaitu Klasifikasi Reese-Ellsworth dan Klasifikasi Retinoblastoma
Internasional.
·
Klasifikasi Reese-Ellsworth
Klasifikasi
ini didasarkan pada jumlah, ukuran, dan lokasi tumor, serta ada tidaknya vitreous seeding (Tabel 2). Pada klasifikasi Reese-Ellsworth, retinoblastoma
digolongkan menjadi very favorable group
(grup 1) hingga very unfavorable group
(grup 5).
·
Klasifikasi Retinoblastoma Internasional atau International Classification of
Retinoblastom (ICRB)
Penggolongan didasarkan pada
ukuran tumor, ada tidaknya cairan subretina, serta ada tidaknya perluasan tumor
ke vitreus dan subretina. Adanya keterlibatan bilik mata depan, glaukoma
neovaskular, perdarahan vitreus, dan/atau nekrosis, digolongkan sebagai
kelompok mata yang tidak terselamatkan (unsalvageable
group) (Tabel 3).
Tabel 2. Klasifikasi
Reese-Ellsworth
Grup
|
A
|
B
|
1
|
Tumor soliter, ukuran kurang dari 4 diameter
papil nervus optikus, pada atau di belakang ekuator
|
Tumor multipel, ukuran kurang dari 4 diameter
papil nervus optikus, semua pada atau di belakang ekuator
|
2
|
Tumor soliter, ukuran 4-10 diameter papil nervus
optikus, pada atau di belakang ekuator
|
Tumor multipel, ukuran 4-10 diameter papil
nervus, di belakang ekuator
|
3
|
Lesi
di anterior sampai ekuator
|
Tumor soliter,
ukuran ≥10 diameter papil nervus optikus, posterior sampai ekuator
|
4
|
Tumor mulitipel, ukuran > 10 diameter papil
nervus optikus
|
Lesi anterior
hingga ora serata
|
5
|
Tumor masif yang
melibatkan lebih dari setengah retina
|
Vitreous seeding
|
Tabel 3. International Classification of
Retinoblastom
Grup A
|
Tumor kecil (≤3mm) terbatas pada retina; >3 mm dari fovea;
>1,5 mm dari diskus optikus
|
Grup B
|
Tumor (>3mm) terbatas pada retina di beberapa lokasi, dengan cairan
subretinal yang jernih ≤ 6mm dari tepi tumor
|
Grup C
|
Berlokasi di vitreous dan atau benih tumor di subretinal (<6
mm dari tepi tumor) jika lebih dari satu bagian subretinal/vitreus, total
luas tumor harus < 6mm
|
Grup D
|
Difus pada vitreus dan atau penyebaran di subretinal (≥6 mm dari
tepi tumor) jika ada lebih dari 1 bagian pada subretinal/vitreus, total luas
tumor harus ≥6mm, cairan subretinal > 6 mm dari tepi tumor.
|
Grup E
|
Tidak dapat melihat, atau ada ≥1 atau gejala berikut ini:
·
Tumor
di bagian segmen anterior
·
Tumor
di dalam atau pada badan siliar
·
Glaukoma
neovaskular
· Perdarahan vitreus yang menyebabkan hifema
·
Phthisical
atau pre-pthisical eye
·
Selulitis
orbita
|
Diagnosis retinoblastoma ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis. Standar baku emas untuk
memastikan diagnosis retinoblastoma adalah dengan biopsi. Jenis biopsi yang
dapat digunakan adalah Biopsi Aspirasi Jarum Halus atau Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB). Ultrasonography
(USG) dan Computed Tomography Scan
(CT-scan) dapat membantu diagnosis retinoblastoma, yaitu bila didapatkan adanya
kalsifikasi di dalam tumor. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
merupakan pemeriksaan yang paling dianjurkan untuk mengevaluasi nervus optikus,
orbita, dan otak.
Managemen modern Retinoblastoma Intraokular sekarang
ini dengan menggabungkan kemampuan terapi yang berbeda mencakup Enukleasi,
Kemoterapi, dan External-Beam Radiation. Masing- masing dari ketiga terapi ini
memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri. Enukleasi adalah suatu
tindakan pengambilan seluruh bolamata dengan mempertahankan jaringan orbita
yang lain. Enukleasi mungkin prosedur bedah tertua di oftalmologi.
Beberapa tahun yang lalu, enukleasi masih merupakan satu-satunya
terapi retinoblastoma. Meskipun tindakan ini dapat menyelamatkan hidup pada
banyak kasus, akan tetapi mengakibatkan keterbatasan penglihatan dan erat
kaitannya dengan beberapa masalah yang biasa terjadi akibat anophthalmic
socket, yaitu masalah kosmetik, sindroma mata kering dan infeksi.Dengan dasar-dasar
yang masih sama, penyesuaian telah
dilakukan untuk mengurangi komplikasi
pasca operasi dan meningkatkan estetika (keindahan), contohnya dengan
menggunakan:
1. Implan Bioceramic dengan prefab Vicryl
bungkus atau donor
sklera.
2.
Implan akrilik non-berpori seperti
menggunakan bola akrilik
kosong, dan tiga ahli
bedah membungkus implan akrilik di donor
sclera.
3.
Implan silikon. Satu membungkus implan silikon
di dermis autologus
lemak karena kemungkinan pertumbuhan dan ekspansi, yang lain menggunakan kosong implan silikon.
lemak karena kemungkinan pertumbuhan dan ekspansi, yang lain menggunakan kosong implan silikon.
4.
Memasukkan bola kaca, implan kosong
ataupun membungkus kaca di Gore-Tex.
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan dalam menggunakan jenis
implan dan teknik enakulasi pada pasien retinoblastoma.
Setiap dokter bedah memiliki alasan untuk bahan
tertentu dan teknik: biaya, ketersediaan, pengalaman,
risiko kekambuhan, hasil kosmetik ( dikutip dari
Daphne L. Mourits, 2015).
Tata laksana kemoterapi
saat ini, IAC semakin mendapatkan tempat karena dinilai sebagai
pengobatan yang efektif dan aman dalam
penanganan retinoblastoma. Menetapkan diagnosis yang akurat dan pementasan penyakit
adalah langkah pertama dalam pengelolaan
retinoblastoma untuk menghindari kesalahan tata laksana dengan kemoterapi. Keunggulan IAC terletak pada kemampuan yang tak tertandingi
untuk menyembuhkan tumor resistant, hanya
menggunakan 1 agen kemoterapi
hampir sepanjang waktu. Gobin dkk. [17] melaporkan
keberhasilan kateterisasi di 98% ketika IAC merupakan perawatan
utama dari prosedur dengan
tingkat kelangsungan hidup mata
pada 2 tahun sebesar 82%, dan 58% ,
sehingga saat itu menjadi pengobatan
sekunder (setelah radiasi sinar eksternal atau kemoterapi sistemik).
Keunggulan:
- Penurunan distribusi sistemik obat yang
diberikan, sehingga meminimalkan toksisitas akibat obat termasuk
neutropenia, anemia, dan neoplasma sekunder.
- Mengurangi penyerapan sistemik dan memungkinkan
untuk penggunaan obat yang sangat ampuh, yaitu, melphalan, yang terbukti
menjadi agen kemoterapi yang paling efektif terhadap retinoblastoma.
Melphalan sangat beracun pada tingkat terapi bila digunakan secara
sistemik, tetapi bisa digunakan dengan aman melalui rute intra-arteri.
- Meminimalkan toksisitas sistemik sehingga
kebutuhan untuk rawat inap menurun, yang memungkinkan anak untuk pulang
pada hari yang sama, tanpa adanya komplikasi vaskular intraoperatif.
- Namun, yang paling utama menawarkan kelangsungan
hidup tinggi dan kualitas hidup yang lebih baik.
Kekurangan:
Batasan Umum
a. Hal ini kurang efektif untuk kelompok mata stadium E dan untuk tumor dengan seeding vitreous (tingkat kekambuhan
lebih tinggi).
b. Tanpa enakulasi, invasi tumor dan fitur histopatologi sugestif
metastasis tidak dapat dinilai. Oleh karena itu, pasien tidak akan disarankan
kemoterapi sistemik adjuvant bahwa ia akan dinyatakan diterima jika enakulasi
telah terjadi.
c. Demikian juga, jika dibandingkan dengan
kemoterapi sistemik, IAC mungkin tidak memberikan perlindungan yang cukup
terhadap neuroblastoma dan sekunder tumor, karena kurangnya penyerapan sistemik
yang memadai dari obat . Risiko
ini, bagaimanapun, sebagian besar hadir pada anak-anak dengan mutasi germ-line.
d. kebanyakan berkaitan masalah yang dihadapi IS sampai saat ini
adalah risiko penyakit metastasis.
Batasan Ekonomi
Pengobatan yang Mahal
Sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 2012 melaporkan bahwa biaya
pengobatan terendah per tahap perawatan adalah: enakulasi ($ 48.000), diikuti
dengan terapi fokus Laser ($ 100.250), kemoterapi sistemik saja ($ 253.000),
kemoterapi sistemik dengan direncanakan enakulasi ($ 281.000), dan terakhir IAC
dengan melfalan ($ 160.000 untuk 3 siklus, $ 310.000 untuk 6 siklus). Biaya IAC hingga $ 430.000 untuk kasus bilateral.
Komplikasi
Komplikasi dikaitkan dengan
teknik adalah alergi
yodium, komplikasi pada situs tusukan femoral,
dan komplikasi endovascular intraoperatif. Dalam literatur saat ini, tromboemboli dan
hemoragik stroke, stroke, dan MRI menampilkan cacat
perfusi otak.
Contoh komplikasi lain yang
terjadi:
1.
choroidal ischemia or retinal arteriolar
embolism.
2. choroidal
vasculopathy or retinal artery occlusion
3. ocular side
effects of cranial nerve palsy (40%),
4. orbit/eyelid edema, retinal detachment,
vitreous hemorrhage and retinal pigment epithelial changes
(dikutip dari The Scientific World Journal. Volume 2014)
Terapi radiasi sinar eksternal (EBRT) telah digunakan dalam pengobatan
retinoblastoma selama lebih dari satu abad dengan pendekatan pengobatan
vision-sparing. Teknik EBRT telah berkembang secara signifikan dari waktu ke waktu dan teknik konformal foton
dan proton RT
(PRT). Karena sifat fisik yang unik dan minimnya dosis
keluar, PRT meminimalkan
paparan pada jaringan normal dan mungkin terkait dengan tingkat yang lebih rendah dari cedera jaringan normal akibat radiasi dan keganasan dibandingkan
dengan teknik berbasis foton kontemporer.
Pengendalian penyakit jangka panjang sering
dapat dicapai dengan PRT di tahap awal dari tumor ganas. Penglihatan tersembuhkan di
sebagian besar kasus; Namun, hasil visual tampak tergantung pada tingkat
keterlibatan tumor dari disk optik dan fovea. Pada penelitian ini, tidak ada keganasan radiasi terkait yang tercatat, visus penglihatan dapat tercapai
dengan baik sekitar 20/40 – 20/600, toksisitas okuli juga sangat minim, dan
kosmetika baik.
BAB IV
KESIMPULAN
Retinoblastoma
merupakan tumor ganas intraokular yang sering ditemukan pada masa kanak-kanak. Retinoblastoma
disebabkan oleh mutasi gen RB1 yang terletak pada lengan panjang kromosom 13
pada locus 14 (13q14) yang mengkode protein pRB. Managemen
modern Retinoblastoma Intraokular sekarang ini dengan menggabungkan kemampuan
terapi yang berbeda mencakup Enukleasi, Kemoterapi, dan External-Beam
Radiation. Berdasarkan ke 3 jurnal diatas, radioterapi merupakan pilihan
terbesar sebagai tata laksana retinoblastoma sebesar 72,6%, kemudian baru
kemoterapi 6,5%, dan enukleasi. Radioterapi
dipilih karena memiliki tingkat toksisitas yang lebih minim, jarang
ditemukannya malignansi terkait radiasi pada jaringan lain, dan pencapaian
visus yang baik, serta kosmetika yang baik pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Daphne L. Mourits1*, Dyonne T. Hartong1, Machteld I. Bosscha1, Roel J. H. M. Kloos2,
Annette C. Moll1 in Worldwide Enucleation Techniques and Materials for Treatment of Retinoblastoma: An International Survey. DOI:10.1371/journal.pone.0121292
March 13, 2015.
Ilyas, Sidarta,
S.R. Yulianti. Ilmu Penyakit Mata FKUI Edisi ke-4. Jakarta: EGC. 2012. hal.10-11.
Ocular Survival
Rate Penderita Retinoblastoma yang Telah Dilakukan Enukleasi atau Eksenterasi
di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Jurnal Oftalmologi Indonesia (JOI), Vol. 7. No. 3 Juni 2010: 94-102.
Proton
Radiotherapy for the Treatment of Retinoblastoma. Published in final edited form as: Int J Radiat Oncol Biol
Phys. 2014 November 15; 90(4): 863–869. doi:10.1016/j.ijrobp.2014.07.031.
Update on Intra-Arterial Chemotherapy for
Retinoblastoma. Hindawi Publishing Corporation. The Scientific World Journal. Volume 2014, Article ID 869604, 6 pages. http://dx.doi.org/10.1155/2014/869604 .
Voughan D, Asbury T. 2013. General
Ophthalmology 18th Edition. Singapore: Lange
Tidak ada komentar:
Posting Komentar