Puji syukur
penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah tentang “Sistem Persepsi Sensori” ini dapat terselesaikan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
mata kuliah Sistem Persepsi
Sensori . Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga
makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Palu, Juli 2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR..................................................................................... 2
DAFTAR
ISI..................................................................................................... 3
BAB
I PENDAHULUAN................................................................................ 4
1.1
LATAR BELAKANG............................................................................ 4
1.2
RUMUSAN MASALAH........................................................................ 5
1.3
TUJUAN.................................................................................................. 5
BAB
II PEMBAHASAN.................................................................................. 6
2.1 ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENDENGARAN ( TELINGA)... 6
2.2
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGECAPAN ( LIDAH) ........... 17
2.3 ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENGLIHATAN (MATA)............ 24
2.4 ANATOMI FISIOLOGI SISTEM
PENCIUMAN (HIDUNG)............ 42
2.5 PEMERIKSAAN FISIK
SITEM PERSEPSI SENSORI...................... 49
BAB
III
PENUTUP.......................................................................................... 62
4.1
KESIMPULAN....................................................................................... 62
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................... 63
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Setiap makhluk hidup di
bumi diciptakan berdampingan dengan alam, karena alam sangat penting untuk
kelangsungan makhluk hidup. Karena itu setiap makhluk hidup, khususnya manusia
harus dapat menjaga keseimbangan alam. Untuk dapat menjaga keseimbangan alam
dan untuk dapat mengenali perubahan lingkungan yang terjadi, Tuhan memberikan
indera kepada setiap makhluk hidup.
Indera ini berfungsi
untuk mengenali setiap perubahan lingkungan, baik yang terjadi di dalam maupun
di luar tubuh. Indera yang ada pada makhluk hidup, memiliki sel-sel reseptor
khusus. Sel-sel reseptor inilah yang berfungsi untuk mengenali perubahan
lingkungan yang terjadi. Berdasarkan fungsinya, sel-sel reseptor ini dibagi
menjadi dua, yaitu interoreseptor dan eksoreseptor.
Interoreseptor ini
berfungsi untuk mengenali perubahan-perubahan yang terjadi di dalam tubuh.
Sel-sel interoreseptor terdapat pada sel otot, tendon, ligamentum, sendi,
dinding pembuluh darah, dinding saluran pencernaan, dan lain sebagainya.
Sel-sel ini dapat mengenali berbagai perubahan yang ada di dalam tubuh seperti
terjadi rasa nyeri di dalam tubuh, kadar oksigen menurun, kadar glukosa,
tekanan darah menurun/naik dan lain sebagainya.
Eksoreseptor adalah
kebalikan dari interoreseptor, eksoreseptor berfungsi untuk mengenali
perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi di luar tubuh. Yang termasuk
eksoreseptor yaitu: (1) Indera penglihat (mata), indera ini berfungsi untuk mengenali perubahan
lingkungan seperti sinar, warna dan lain sebagainya. (2) Indera pendengar
(telinga), indera ini berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan seperti
suara. (3) Indera peraba (kulit), indera ini berfungsi untuk mengenali
perubahan lingkungan seperti panas, dingin dan lain sebagainya. (4) Indera
pengecap (lidah), indera ini berfungsi untuk mengenal perubahan lingkungan
seperti mengecap rasa manis, pahit dan lain sebagainya, (5) Indera pembau
(hidung), indera ini berfungsi untuk mengenali perubahan lingkungan seperti
mengenali/mencium bau. Kelima indera ini biasa kita kenal dengan sebutan panca
indera.
B.
Tujuan
Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas yang telah diberikan oleh Ibu Dosen, dan juga
untuk menmbah wawasan serta memenuhi tugas mata kuliah Sistem Sensori &
Persepsi.
C.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah yang menjadi acuan dan pedoman dalam penyusanan dan penyajian makalah
ini sebagai berikut :
1.
Bagaimana Anatomi & Fisiologi
dari sistem penglihatan, pendengaran, pengecapan dan penciuman ?
3.
Bagaimana proses pemeriksaan
sistem persepsi sensori ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Pendengaran ( Telinga)
2.1.1 Telinga
Dalam
Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial
terhadap telinga tengah dan terdiri atas (1)
telinga dalam osseus, tersusun dari sejumlah rongga di dalam tulang; dan
(2) telinga dalam membranaceus,
tersusun dari sejumlah saccus dan ductus membranosa di dalam telinga dalam
osseus.3
2.1.2 Telinga Dalam Osseus
Telinga dalam osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, canalis
semicircularis, dan cochlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak di
dalam substantia kompakta tulang, dan dilapisi oleh endosteum serta berisi
cairan bening, yaitu perilimpa, yang di dalamnya terdapat labyrinthus
membranaceus. Vestibulum, merupakan bagian tengah telinga
dalam osseus, terletak posterior terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis
semisircularis. Pada dinding lateralnya terdapat fenestra vestibuli yang
ditutupi oleh basis stapedis dan ligamentum annularenya, dan fenestra cochleae
yang ditutupi oleh membran timpani sekunder. Di dalam vestibulum terdapat
sacculus dan utriculus telinga dalam membranaceus.
Ketiga canalis semicircularis, yaitu canalis
semicircularis superior, posterior, dan lateral bermuara ke bagian posterior
vetibulum. Setiap canalis mempunyai sebuah pelebaran di ujungnya disebut
ampulla. Canalis bermuara ke dalam vestibulum melalui lima lubang, salah
satunya dipergunakan bersama oleh dua canalis. Di dalam canalis terdapat ductus
semicircularis.Canalis semicircularis superior terletak vertikal dan terletak
tegak lurus terhadap sumbu panjang os petrosa. Canalis semicircularis posterior
juga vertikal, tetapi terletak sejajar dengan sumbu panjang os petrosa. Canalis
semicircularis lateralis terletak horizontal pada dinding medial aditus ad
antrum, di atas canalis nervus facialis.
Gambar labirin bagian
membrane labirin bagian tulang, Telinga Dalam
Cochlea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara ke dalam bagian
anterior vestibulum. Umumnya terdiri atas satu pilar sentral, modiolus
cochleae, dan modiolus ini dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak dua
setengah putaran. Setiap putaran berikutnya mempunyai radius yang lebih kecil
sehingga bangunan keseluruhannya berbentuk kerucut. Apex menghadap
anterolateral dan basisnya ke posteromedial. Putaran basal pertama dari cochlea
inilah yang tampak sebagai promontorium pada dinding medial telinga tengah.
Modiolus mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus
acusticus internus. Modiolus ditembus oleh cabang-cabang n. cochlearis. Pinggir
spiral, yaitu lamina spiralis, mengelilingi modiolus dan menonjol ke dalam
canalis dan membagi canalis ini. Membran basilaris terbentang dari pinggir
bebas lamina spiralis sampai ke dinding luar tulang, sehingga membelah canalis
cochlearis menjadi scala vestibuli di sebelah atas dan scala timpani di sebelah
bawah. Perilympha di dalam scala vestibuli dipisahkan dari cavum timpani oleh
basis stapedis dan ligamentum annulare pada fenestra vestibuli. Perilympha di dalam
scala tympani dipisahkan dari cavum timpani oleh membrana tym¬pani secundaria
pada fenestra cochleae.
2.1.3 Telinga Dalam Membranaseus
Telinga dalam membranaceus terletak di dalam telinga dalam osseus, dan
berisi endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. telinga dalam membranaceus
terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat di dalam vestibulum osseus;
tiga ductus semicircularis, yang terletak di dalam canalis semicircularis
osseus; dan ductus cochlearis yang terletak di dalam cochlea. Struktur-struktur
ini sating berhubungan dengan bebas.Utriculus adalah yang terbesar dari dua
buah saccus vestibuli yang ada, dan dihubungkan tidak langsung dengan sacculus
dan ductus endolymphaticus oleh ductus utriculosaccularis.
Sacculus berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus, seperti sudah
dijelaskan di atas. Ductus endolymphaticus, setelah bergabung dengan ductus
utriculosaccularis akan berakhir di dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus
endolymphaticus. Saccus ini terletak di bawah duramater pada permukaan
posterior pars petrosa ossis temporalis. Pada dinding utriculus dan sacculus terdapat reseptor sensorik khusus
yang peka terhadap orientasi kepala akibat gaya berat atau tenaga percepatan
lain. Ductus semicircularis meskipun diameternya
jauh lebih kecil dari canalis semicircularis, mempunyai konfigurasi yang sama.
Ketiganya tersusun tegak lurus satu terhadap lainnya, sehingga ketiga bidang
terwakili. Setiap kali kepala mulai atau berhenti bergerak, atau bila kecepatan
gerak kepala bertambah atau berkurang, kecepatan gerak endolympha di dalam
ductus semi¬circularis akan berubah sehubungan dengan hal tersebut terhadap
dinding ductus semicircularis. Perubahan ini dideteksi oleh receptor sensorik
di dalam ampulla ductus semicircularis.
Ductus cochlearis berbentuk segitiga pada potongan melintang dan
berhubungan dengan sacculus melalui ductus reuniens. Epitel sangat khusus yang
ter-letak di atas membrana basilaris membentuk organ Corti (organ spiralis) dan
mengandung reseptor-reseptor sensorik untuk pendengaran.
2.2.4 Anatomi Organ Keseimbangan
Pada Telinga
Alat vestibuler (alat
keseimbangan) terletak ditelinga dalam (labirin), terlindungi oleh tulang yang
paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga
dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin
terdiri atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam
labirin tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara
labirin tulang dan labirin membran terdapat perilimfa (tinggi
natrium rendah kalium), sedangkan endolimfa (tinggi kalium dan rendah natrium)
terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi
dari pada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran
yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Tulang
labirin, terdiri dari bagian vestibuler (kanalis semisirkularis, utriculus,
sacculus) dan bagian koklea. Setiap labirin terdiri dari 3 kanalis semi
sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior (superior), dan
kss posterior (inferior).
Utrikulus dan
sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel
rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia dan pada
lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis
yang lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari
otolit akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada
reseptor. Sakulus
berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus yang sempit yang juga
merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada
bidang yang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis
bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang
melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista. Sel- sel rambut
menonjol pada pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam kanalis
semisirkularis akan menggerakan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan
silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor.
Jalur saraf yang dilalui dimulai dari nervus-nervus
dari utriculus, saculus dan kanalis semisirkularis membentuk suatu ganglion
vestibularis. Jalur keseimbangan terbagi 2 neuron; neuron ke 1; Sel-sel bipolar
dari ganglion vestibularis. Neurit-neurit membentuk N. Vestibularis dari N.
Vestibulocochlearis pada dasar liang pendengaran dalam dan menuju nuklei
vestibularis. Nuklei ke 2 dari Nucleus vestibularis lateralis (inti Deiters)
keluar serabut-serabut yang menuju Formatio retikularis, ke inti-inti motorik
saraf otak ke III, IV dan V (melalui Fasciculus longitudinalis medialis), ke
Nuclei Ruber dan sebagai Tractus vestibulospinalis didalam batang depan dari
sumsum tulang belakang. Dari Nuclei vestibularis medialis (inti Schwable) dan
Nucleus vestibularis inferior (inti Roller) muncul bagian-bagian Tractus
vedtibulospinal dan hubungan-hubungan kearah Formatio Retikularis. Nucleus
vestibularis superior (inti Bechterew) mengirimkan antara lain serabut-serabut
untuk otak kecil.
2.1.5Fisiologi Keseimbangan
Selain perannya dalam
pendengaran yang bergantung pada koklea, telinga dalam memiliki komponen khusus
lain, yaitu aparatus vestibularis, yang memberikan informasi yang penting untuk
sensasi keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan – gerakan kepala dengan gerakan
– gerakan mata dan postur tubuh. Aparatus vestibularis terdiri dari dua set
struktur yang terletak di dalam tulang temporalis di dekat koklea- kanalis
semisirkularis dan organ otolit, yaitu utrikulus dan sarkulus.
Apartus
vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala.seperti di koklea,
semua komponen aparatus vestibularis mengandung endolimfe dan dikelilingi oleh
perilimfe. Juga, serupa dengan organ korti, komponen vestibuler masing – masing
mengandung sel rambut yang berespon terhadap perubahan bentuk mekanis yang
dicetuskan oleh gerakan – gerakan spesifik endolimfe. Seperti sel – sel rambut
auditorius,reseptor vestibularis juga dapat mengalami depolarisasi atau
hiperpolarisasi, tergantung pada arah gerakan cairan.
Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi anguler
atau rotasional kepala, misalnya ketika memulai atau berhenti berputar,
berjungkir balik, atau memutar kepala. Tiap – tiap telinga memiliki 3 kanalis
semisirkularis yang secara tiga dimensi tersusun dalam bidang –bidang yang
tegak lurus satu sama lain. Sel- sel rambut reseptif di setiap kanalis
semisirkularis terletak di atas suatu bubungan ( ridge ) yang terletak di
ampula, suatu pembesaran dipangkal kanalis. Rambut – rambut terbenam dalam suatu
lapisan gelatinosa seperti topi diatasnya yaitu kupula yang menonjol kedalam
endolimfe di dalam ampula. Kupula bergoyang
sesuai arah gerakan cairan seperti gangang laut yang mengikuti arah gelombang
air.
Pada kanalis semisirkularis polarisasi sama pada seluruh sel rambut pada
tiap kanalis dan pada rotasi sel-sel dapat tereksitasi dan terinhibisi. Ketiga
kanalis ini hampir tegak lurus satu dengan lainnya, dan masing-masing kanalis
dari satu telinga terletak hampir pada bidang yang sama dengan kanalis telinga
satunya. Dengan demikian terdapat tiga pasang kanalis; horisontal
kiri-horisontal kanan, anterior kiri-posterior kanan, posterior kiri –anterior
kanan. Pada waktu rotasi salah satu dari pasangan kanalis akan tereksitasi
sementara satunya akan terinhibisi. Misalnya bila kepala pada posisi lurus
normal dan terdapat percepatan dalam bidang horisontal yang menimbulkan rotasi
ke kanan maka serabu-serabut aferen dari kanalis horisontal kanan akan
tereksitasi sementara serabut serabut yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi
pada bidang vertikal misalnya rotasi kedepan maka kanalis anterior kiri dan
kanan kedua sisi akan tereksitasi sementara kanalis posterior akan terinhibisi.
Akselerasi ( percepatan ) atau deselerasi ( perlambatan) selama rotasi
kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan endolimfe, paling tidak disalah
satu kanalis semisirkularis karena susunan tiga dimensi kanalis tersebut. Ketika kepala mulai
bergerak saluran tulang dan bubungan sel rambut yang terbenam dalam kupula
bergerak mengikuti gerakan kepala.namun cairan didalam kanalis yang tidak
melekat ke tengkorak mula – mula tidak ikut bergerak sesuai arah rotasi, tetapi
tertinggal di belakang karena adanya inersia ( kelembaman ). ( karena inersia,
benda yang diam akan tetap diam, dan benda yang bergerak akan tetap
bergerak,kecuali jika ada suatu gaya luar yang bekerja padanya dan menyebabkan
perubahan.) ketika endolimfe tertinggal saat kepala mulai berputar, endolimfe
yang terletak sebidang dengan gerakan kepala pada dasarnya bergeser dengan arah
yang berlawanan dengan arah gerakan kepala ( serupa dengan tubuh anda yang
miring ke kanan sewaktu mobil yang anda tumpangi berbelok ke kiri ). Gerakan
cairan ini menyebabkan kupula condong kearah yang berlawanan dengan arah
gerakan kepala, membengkokan rambut – rambut sensorik yang terbenam di
bawahnya. Apabila gerakan kepala berlanjut dalam arah dan gerakan yang sama,
endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama kepala, sehingga rambut – rambut
kembali ke posisi tegak mereka. Ketika kepala melambat dan berhenti, keadaan
yang sebaliknya terjadi. Endolimfe secara singkat melanjutkan diri bergerak
searah dengan rotasi kepala, sementara kepala melambat untuk berhenti.
Akibatnya kupula dan rambut- rambutnya secara sementara membengkok sesuai
dengan arah rotasi semula, yaitu berlawanan dengan arah mereka membengkok
ketika akselerasi. Pada saat endolimfe secara bertahap berhenti, rambut –
rambut kembali tegak. Dengan demikian, kanalis semisirkularis mendeteksi
perubahan kecepatan gerakan rotasi kepala. Kanalis tidak berespon jika kepala
tidak bergerak atau ketika bergerak secara sirkuler dengan kecepatan tetap.
Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut
pada organ otolit. Rambut – rambut pada sel rambut vestibularis terdiri dari 20
-50 stereosilia yaitu mikrofilus yang diperkuat oleh aktin dan satu silium,
kinosilium. Setiap sel rambut berorientasi sedemikian rupa, sehingga sel
tersebut mengalami depolarisasi ketika stereosilianya membengkok kearah
kinosilium; pembengkokan kearah yang berlawanan menyebabkan hiperpolarisasi
sel.sel – sel rambut membentuk sinaps zat perantara kimiawi dengan ujung –
ujung terminal neuron aferen yang akson – aksonnya menyatu dengan akson
struktur vestibularis lain untuk membentuk saraf vestibularis.saraf ini bersatu
dengan saraf auditorius dari koklea untuk membentuk saraf vestibulo koklearis.
Depolarisasi sel rambut meningkatkan kecepatan pembentukan potensial aksi
diserat – serat aferen; sebaliknya, ketika sel – sel rambut mengalami hiperpolarisasi, frekuensi potensial aksi
diserat aferen menurun. Sementara kanalis
semisirkularis memberikan informasi mengenai perubahan rotasional gerakan
kepala kepada SSP, organ otolit memberikan informasi mengenai posisi kepala
relatif terhadap gravitasi dan mendeteksi perubahan dalam kecepatan gerakan
liniear ( bergerak dalam garis lurus tanpa memandang arah ).
Utrikulus dan sarkulus adalah struktur seperti kantung yang terletak di dalam
rongga tulang yang terdapat diantara kanalis semisirkularis dan koklea. Rambut
– rambut pada sel – sel rambut reseptif di organ – organ ini juga menonjol
kedalam suatu lembar gelatinosa diatasnya, yang gerakannya menyebabkan
perubahan posisi rambut serta menimbulkan perubahan potensial di sel rambut.
Terdapat banyak kristal halus kalsium karbonat – otolit ( batu telinga ) – yang
terbenam dalam lapisan gelatinosa, sehingga lapisan tersebut lebih berat dan
lebih lembam ( inert ) daripada cairan di sekitarnya. Ketika seseorang berada
dalam posisi tegak, rambut- rambut di dalam utikulus berorientasi secara
vertikal dan rambut- rambut sarkulus berjajar secara horizontal.
Masa gelatinosa yang mengandung otolit berubah posisi dan membengkokan
rambut – rambut dalam dua cara :
1.
Ketika kepala digerakkan ke segala arah selain vertikal (yaitu selain
tegak dan menunduk ), rambut –rambut membengkok sesuai dengan arah gerakan
kepala karena gaya gravitasi yang mendesak bagian atas lapisan gelatinosa yang
berat. Di dalam utrikulus tiap – tiap telinga, sebagian berkas sel rambut
diorientasikan untuk mengalami depolarisasi dan sebagian lagi mengalami
hiperpolarisasi ketika kepala berada dalam segala posisi selain tegak lurus.
Dengan demikian SSP menerima pola – pola aktivitas saraf yang berlainan
tergantung pada posisi kepala dalam kaitannya dengan gravitasi )
2.
Rambut – rambut utrikulus juga berubah posisi akibat setiap perubahan
dalam gerakan linier horizontal ( misalnya bergerak lurus kedepan, kebelakang,
atau kesamping ). Ketika seseorang mulai berjalan kedepan, bagian atas membran
otolit yang berat mula – mula tertinggal di belakang endolimfe dan sel – sel
rambut karena inersianya yang lebih besar. Dengan demikian rambut – rambut
menekuk kebelakang, dalam arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala yang
kedepan. Jika kecepatan berjalan di pertahankan lapisan gelatinosa segera
“menyusul” dan bergerak dengan kecepatan yang sama dengan kepala sehingga
rambut – rambut tidak lagi menekuk. Ketika orang tersebut berhenti berjalan,
lapisan otolit secara singkat terus bergerak kedepan ketika kepala melambat dan
berhenti, membengkokan rambut –rambut kearah depan. Denga demikian sel – sel
rambut utrikulus mendeteksi akselerasi atau deselerasi linier horizontal,
tetapi tidak memberikan informasi mengenai gerakan lurus yang berjalan konstan.
Sarkulus mempunyai fungsi serupa dengan utrikulus, kecuali bahwa ia
berespon secara selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal
( misalnya bangun dari tempat tidur ) dan terhadap akselerasi atau deselerasi
liner vertikal ( misalnya meloncat – loncat atau berada dalam elevator ).4,5
Sinyal – sinyal yang berasal dari berbagai komponen apartus vestibularis
dibawa melalui saraf vestibulokoklearis ke nukleus vestibularis, satu kelompok
badan sel saraf di batang otak, dan ke sereberum.di sini informasi vestibuler
diintegrasikan dengan masukan dari permukaan kulit, mata, sendi, dan otot, untuk :
1.
mempertahankan keseimbangan dan postur yang diinginkan;
2.
mengontrol otot mata eksternal, sehingga mata tetap terfikasasi ke titik
yang sama walaupun kepala bergerak; dan
3.
mempersepsikan gerakan dan orientasi.
Reflek vestibularis berjalan
menuju SSP dan bersinap pada neuron inti vestibularis di batang otak.
Selanjutnya neuron vestibularis menuju kebagian lain dari otak, sebagian
langsung menuju motoneuron yang mensarafi otot-otot ekstraokular dan motoneuron
spinalis yang lain menju formatia retikularis batang otak, serebelum dan
lainnya.
Hubungan-hubungan langsung
inti vestibularis dengan motoneuron ekstraokular merupakan suatu jaras yang
penting dalam mengendalikan gerakan mata dan reflek vestibulo-okularis (RVO).
RVO adalah gerakan mata yang mempunyai suatu komponen ’lambat’ berlawanan arah
dengan putaran kepala dan suatu komponen ’cepat’ yang searah dengan putaran
kepala. Komponen lambat mengkompensasi gerakan kepala dan berfungsi
menstabilkan suatu bayangan pada retina. Komponen cepat berfungsi untuk kembali
mengarahkan tatapn ke bagian lain dar lapangan pandangan. Perubahan arah
gerakan mata selama rangsang vestibularis merupakan suatu contoh dari nistagmus
normal.
Beberapa individu, karena
alasan yang tidak di ketahui, sangat pekak terhadap gerakan – gerakan tertentu
yang mengaktifkan aparatus vestibularis dan menyebabkan gejala pusing (
dizziness ) dan mual; kepekaan ini disebut mabuk perjalan ( motion sickness ).
Kadang – kadang ketidak seimbangan cairan di telinga dalam menyebabkan penyakit
menier. Karena baik aparatus vestibularis maupun koklea mengandung cairan
telinga dalam yang sama, timbul gejala
keseimbangan dan pendengaran. Penderita mengalami serangan sementara vertigo (
pusing 7 keliling ) yang hebat disertai suara berdenging di telinga dan
gangguan pendengaran. Selama serangan itu, penderita tidak dapat berdiri tegak
dan melaporkan perasaan bahawa dirinya atau benda – benda di sekelilingnya
terasa berputar.
Serebellum,yang melekat kebelakang
bagian atas batang otak,terletak di bawah lobus oksipitalis korteks. Serebelum
terdiri dari tiga bagian yang scara fungsional berbeda. Bagian bagian ini
memiliki rangkaian masukan dan keluaran dan, dengan demikian memiliki fungsi
yang berbeda beda5 :
1.
Vestibuloserebellum penting untuk untunk mempertahankan keseimbangan dan
mengontrol gerak mata.
2.
Spinoserebelum mengatur tonus oto dan gerakan volunter yang terampil dan
terkoordinasi.
3.
Serebroserebelum berperan dalam perencanaan dan inisiasi aktifitas
volunter dengan memberikan masukan ke daerah daerah motorik korteks. Bagian ini
juga merupakan daerah serebelum yang terlibat dalam ingatan prosedural.
Berbagai gejala yang menandai penyakit serebelum
semuanya dapat dikaitkan dengan hilangnya fungsi fungsi tersebut, antara lain
adalah gangguan keseimbangan, nistagmus, penurunan tonus otot tetapi tanpa
paralisis.
2.2 Sistem Pengecapan ( Lidah)
Lidah adalah kumpulan otot
rangka pada bagian
lantai mulut yang dapat membantu pencernaan makanan
dengan mengunyah dan menelan. Lidah dikenal sebagai indera pengecap yang banyak
memiliki struktur tunas pengecap. Lidah juga turut membantu dalam tindakan
bicara.
2.2.1 Anatomi Fisiologi Lidah
Sebagian besar lidah tersusun atas otot
rangka yang terlekat pada
tulang hyoideus, tulang rahang
bawah dan processus
styloideus di tulang pelipis. Terdapat dua jenis otot pada lidah yaitu otot ekstrinsik dan
intrinsik. Lidah memiliki permukaan yang kasar karena adanya tonjolan yang
disebut papila. Terdapat empat macam papila lidah:
a.
Papila filiformis
Papila
filiformis banyak dan menyebar pada seluruh permukaan lidah yang berfungsi
untuk menerima rasa sentuh dari rasa pengecapan. Filiformis merupakan penonjolan berbentuk seperti konus.
b.
Papila sirkumvalata
Papila
sirkumvalata memiliki bentuk V dan terdapat 8 – 12 jenis yang terletak di
bagian dasar lidah. Sirkum valatum merupakan papila yang sangat besar dengan
permukaan menutupi papila lainnya. Pada bagian belakang lidah. banyak kelenjar
serosa (von ebner) dan mukosa yang mengalirkan sekresinya ke dalam cekungan
yang megelilingi papilla ini. Puting kecap banyak disisi papila ini
c.
Papila fungiformis
Papila fungiformis merupakan penonjolan dengan tangkai kecil yang
menyebar pada permukaan ujung dan sisi lidah dan berbentuk jamur. Papila ini
mengandung indera
perasa pada
permukaan samping atas dan terdapat di sela-sela antara papila filiformis
d. Papila Filiformis
Terdapat pada bagian posterior. Pada foliate
tidak terdapat kuncup-kuncup pengecap. Tunas pengecap adalah bagian pengecap yang ada di pinggir
papila, terdiri dari dua sel yaitu sel penyokong dan sel pengecap. Sel pengecap
berfungsi sebagai reseptor, sedangkan sel penyokong berfungsi untuk menopang.
Bagian-bagian lidah:
1.
Bagian
depan lidah, fungsinya untuk mengecap rasa manis.
Rasa manis, tidak di bentuk oleh suatu sensasi
kimia saja (mis. Gula, glikol, aldehit, keton, amida dan asam amino).
Kebanyakan substansi yang membentuk rasa manis adalah substansi kimia organik.
Perubahan sangat kecil pada radikal sederhana mengubah substansi rasa dari
manis menjadi pahit.
2. Bagian pinggir lidah, fungsinya untuk
mengecap rasa asin dan asam.
Rasa asin, kualitas rasa berbeda antara garam satu dengan
garam lainnya. Kation membentuk rasa asin, anion juga berperan membentuk rasa
asin walaupun sedikit. Rasa
asam, intensitas dari sensasi rasa hampir sebanding dengan logaritma dan
konsentrasi ion hydrogen, yaitu semakin asam suatu rasa maka semakin kuat
sensasi di bentuk.
3. Bagian belakang/pangkal, fungsinya untuk
mengecap rasa pahit.
Rasa pahit, substansi yang membentuk rasa pahit hampir
seluruhnya merupakan substansi organic; substansi organic rantai panjang yang
mengandung nitrogen dan alcohol meliputi banyak zat yang digunakan dalam
obat-obatan.
Lidah memiliki kelenjar ludah, yang menghasilkan air ludah dan enzim
amilase (ptialin). Enzim ini berfungsi mengubah zat tepung (amilum) menjadi zat
gula. Letak kelenjar ludah yaitu: kelenjar ludah atas terdapat di belakang
telinga, dan kelenjar ludah bawah terdapat di bagian bawah lidah.
2.2.2 Proses Pengecapan
Lidah mempunyai hubungan yang sagat erat dengan indra khusus pengecap.
Lidah terdiri dari dua kelompok yaitu otot intrinsik melakukan gerak halus dan
otot ekstrinsik mengaitkan lidah pada bagian-bagian sekitarnya serta
melaksanakan gerakan kasar pada waktu mengunyah dan menelan. Lidah terletak
pada dasar mulut, ujung serta tepi lidah bersentuhan dengan gigi, dan terdiri
dari otot serat lintang dan dilapisi oleh seraput lendir yang dapat digerakkan ke segala arah. Lidah
terbagi menjadi :
Radiks lingua (pangkal lidah)
Dorsum lingua (punggung lidah)
Apeks lingua (ujung lidah)
Dorsum membentuk sebagian dasar mulut dan melengkung ke belakang dan ke
bawah, bagian seperti tiga posteriornya
berhadapan dengan faring dan normal tidak terlihat. Sulcus terminalis adalah
alur bentuk v, dengan v menunjuk ke belakang, yang memisahkan bagian dua
pertiga anterior dari sepertiga anterior. Foramen caecum adalah lubang kecil
pada apex v. Membran mukosa bagin dorsum tebal dan ditutupi oleh banyak papila.
Sekitar 12 papila besar terlihat dalam satu baris di bagian depan sulcus
terminalis; setiap papiLa di kelilingi oleh parit dangkal. Taste-bud adalah sel
khusus pada dinding parid ini dan mengandung sel tempat rasa di apresiasikan
dan dari sana mereka berhubungan dengan otak. Akar, bagian posteroinferior
lidah menempel dengan otot palatum, procesuss styloideus os temporale,
mandibulla dan os hyoideum. Prenulum adalah lipatan pendek membran mukosa pada
garis tengah yang berjalan tepat di bawah dan di belakang ujung lidah menuju
dasar mulut.
Suplai darah:
Arteri lingualis( cabang arteria karotis
externa).
Drainase limpe: menuju kelenjar limpe
cervitalis.
Inervasi:
a.
Sensorik:
nervus lingualis (cabang nervus mandibularis, cabang nervus cranialis v)
menginervasi dua pertiga anterior kidah untuk pengecapan; nervus vacialis
(tranialisVII) menginervasi sepertiga anterior untuk rasa kecap; nervus
glussopharyngeus (cranialis IX) menginervasi sepertiga posterior untuk raba dan
rasa kecap.
b.
Motorik:
nervus hypoglossus (cranialis XII)
Kelenjar ludah
Kelenjar ludah
terdiri dari sel-sel pensekresi saliva
Kelenjar ludah
Parotis, kanan dan
kiri
Submandibularis,
kanan dan kiri
Sublingualis, kanan
dan kiri
Gkandula parotis adalah kelenjar berbentuk baji tidak beraturan terletak
dibagian depan, bawah, dan belakang daun telinga. Ductus Parotis keluar dari
batas anterior, berjalan horizontal melintasi pipi, menembus lemak dan musculus
buccinator, membuka di bagian dalam pipi di seberang gigi molar 2 atas. Cabang-nervus fasialis (Cranialis VII)
berjalan kedapan melalui kelenjar mencapai otot-otot wajah.
Glandula submandibularis Terletak di bagian belakang dasar mulut
tertutup di bawah angulus mandibula. Ductusnya berjalan ke depan pada dasar
mulut membuka ke dalam mulut pada bagian samping lidah.
Glandula sublingualis Terletak
di bawah membran mukosa dasar mulut dan tertutup di bawah bagian depan lidah.
Kelenjar ini memiliki sekitar 12 saluran kecil yang membuka kedalam dasar
mulut. Kelenjar ludah mensekresi saliva sebagai
respon terhadap antisipasi makanan atau adanya makanan di dalam mulut.
Rangsangan melalui saraf parasimaptis menghasilkan dilatasi pembuluh darah di
dalam kelenjar dan mengalirkan saliva.
Bila lidah digulung kebelakang tampak permukaan bawah yang disebut
frenulum lingua, sebuah struktur ligamen yang halus yang mengaitkan bagian
posterior lidah pada dasar mulut. Seraput lendir (membran mukosa) lidah selalu
lembap. Permukaan atas seperti beludru dan ditutupi papil-papil, terdiri atas 3
jenis yaitu:
a. Papila sirkumvalata, ada 8 hingga 12 buah
yang terletak pada pangkal lidah atau dasar lidah, jenis papila yang terbesar
tersusun seperti huruf V.
b. Papila fungiformis, penyebar pada permukaan
ujung sisi lidah dan berbentuk jamur.
c. Papila filiformis, merupakan papila terbanyak
dan menyebar di seluruh permukaan lidah. Organ ujung untuk mengecap adalah
puting pengecap yang sangat banyak terdapat didalam dinding papila sirkumvalata
dan filiformis. Papila filiformis lebih berfungsi untuk menerima rasa sentuhan
dari rasa pengecapan yang sebenarnya. Seraput lendir langit-langit dan faring
juga bermuatan puting-puting pengecap.
Makanan dapat dirasakan kalo makanan dalam bentuk cair dan harus
bersentuhan dengan ujung saraf yang mampu menerima rangsangan yang berbeda-beda
dan menimbulkan kesan rasa yang berbeda pula. Lidah memiliki persarafan yang
majemuk dari saraf hipoglusus (saraf otak XII), daya perasaanya di bagi menjadi
“perasaan umum”, yang menyangkut taktil perasa, seperti membedakan ukuran,
bentuk, susunan, kepadatan, dsb dan “rasa pengecap khusus”.
Implus perasaan umum bergerak mulai dari bagian anterior lidah dalam
serabut saraf lingual yang merupakan sebuah cabang urat syaraf klanial ke V,
sementara implus indra pengecap bergerak dalam korda timpani bersam syaraf
lingual, lantas bersatu dengan syaraf langial ke VII(Nervus fasilalis) dan
saraf IX (glosofaringeus) yang membawa impuls saraf. Dengan demikian indra
pengecapan lidah di layani syaraf klanial ke V, ke VII, dan ke IX. Kelenjar
ludah mengeluarkan saliva kira-kira ½ liter dalam 24 jam dalam mengolah enzim
amilase, sebagai katalisator dalam perubahan karbohidrat menjadi monosakarida
dan disakarida. Selaput lendir
langit-langit dan faring juga bermuatan puting-puting pengecap.
22.3 FUNGSI
LIDAH
a.
Menunjukkan
kondisi tubuh
Selaput lidah
manusia dapat digunakan sebagai indikator metabolism tubuh,terutama kesehatan
tubuh manusia.
1.
Warna
Lidah
Kuning menandakan adanya infeksi bakteri,
jika warna kuning menuju kehijauan adanya infeksi bakteri akut. Merah
menandakan aktivitas panas tubuh, jika hanya terdapat pada ujung lidah berarti
adanya panas pd jantung,jika terdapat pada sisi kanan kiri menandakan adanya
ganguan ginjal dan kandung empedu. Ungu berarti adanya aktivitas statis darah,
darah tidak lancar dan ada gangguan. Biru menandakan adanya aktivitas dingin
yang menyebabkan statis darah.
2.
Bentuk
Lidah
Tipis ,jika bentuk lidah tipis dan berwarna
pucat menandakan defisiensi (kekurangan) darah yang berhubungan dengan hati
semakin pucat semakin parah gangguan hati tebal,sirkulasi darah tidak normal
menandakan gangguan ginjal dan limpa kaku ,menandakan masuk angin
panjang,adanya akivitas panas pada jantung Retak,adanya ganguan pada lambung
limpa dan jantung
b.
Membasahi
makanan di dalam mulut
c.
Kelenjar
sublingualis, terletak di bawah lidah
d.
Mengecap
atau merasakan makanan
e.
Membolak-balik
makanan
f.
Menelan
makanan
g.
Mengontrol
suara dan dalam mengucapkan kata-kata
2.2.4 Kelainan Pada Lidah
Penyakit
yang biasa menyerang lidah yaitu sariawan. Yang disebabkan oleh kekurangan
vitamin C, sariawan menimbulkan rasa peri, sehingga sangat mengganggu saat kita
makan atau minum, sariawan bisa diobat dengan memakan banyak buah-buahan yang
mengandung banyak vitamin C. Secara
klinik, indra pengecap, seperti indra penciuman, sangat peka dan dapat hilang
karena pelek atau gangguan pada mulut, lambung dan saluran pencernaan. Seorang
dokter yang dapat juga dibantu oleh seorang parawat, memeriksanya dengan
seksama, apakah indra pengecap itu kering atau lembab, membengkak, lembek dan
pucat,atau mengecil dan berwarnah merah, berbulu, pecah atau retak-retak.
Glositis,
atau peradangan lidah, bisa akut ataupun kronis, dengan gejala-gejala berupa
adanya ulkus dan lendir yang menutupi lidah. Peradangan ini biasanya timbul pada
pasien yang mengalami gangguan pencernaan ataupun infeksi pada gigi. Lidah
lembek dan pucat, dengan bekas-bekas gigitan pada pinggirannya. Biasanya,
glottis kronis menghilang, apabila kesehatan
badan membaik dan pemeliharaan hygiene mulut yang baik. Lekoplakia
ditandai oleh adanya bercak-bercak putih yang tebal pada permukaan lidah (juga
selaput lender pipi dan gusi). Hal ini biasa terlihat pada seseorang yang suka
merokok. Contoh gambar penyakit pada lidah:
a. Oral candidosis.
Penyebabnya adalah jamur yang disebut candida
albicans.Gejalanya lidah akan tampak tertutup lapisan putih yang dapat
dikerok.
b. Atropic glossitis
Penyakit ini juga sering ditemukan. Lidah akan terlihat
licin dan mengkilat baik seluruh bagian lidah maupun hanya sebagian kecil.
Penyebab yang paling sering biasanya adalah kekurangan zat besi. Jadi banyak
didapatkan pada penderita anemia.
c. Atropic glossitis
Lidah seperti peta, berpulau-pulau. Baik banyak maupun
sedikit. Bagian pulau itu berwarna merah dan lebih licin dan bila parah akan
dikelilingi pita putih tebal.
d. Fissured tongue
Lidah akan terlihat pecah-pecah. Kadang garis hanya satu
ditengah, kadang juga bercabang-cabang.
e. Glossopyrosis
Kelainan ini berupa keluhan pada lidah dimana lidah
terasa sakit dan panas dan terbakar tetapi tidak ditemukan gejala apapun dalam
pemeriksaan. Hal ini kebanyakan karena psikosomatis dibandingkan dengan
kelainan pada syaraf.
2.2.5 Cara Merawat Kesehatan Lidah
Agar lidah tetap dapat merasakan kelezatan makanan kita harus menjaga
kesehatan lidah, berikut beberapa saranya yaitu:
a. Tidak memakan makanan yang terlalu panas atau
terlalu dingin
b. Tedak memakan makanan yang terlalu padas
c. Memakan buah-buahan dan sayur-sayuran yang
mengandung vitamin C setiap hari
d.
Menyikat
gigi secara perlahan agar tidak melukai lidah.
2.3 Sistem
Penglihatan (Mata)
Mata adalah sistem optik yang memfokuskan
berkas cahaya pada fotoreseptor, yang mengubah energi cahaya menjadi impuls
saraf (Stoane, Eyhel 2003). Mata
adalah organ indera yang komplek yang peka cahaya. Dalam wadah pelindungnya,
masing – masing mata mempunyai suatu lapisan sel – sel reseptor suatu sistem
optik (kornea, lensa, akuos humoor, korpus vitreum) untuk memusatkan cahaya
pada reseptor dan sistem saraf untuk mengantarkan impuls dari reseptor ke otak.
Dan
menurut kelompok, mata adalah alat indra yang terdapat pada manusia. Secara
konstan mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian
pada objek yang dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang
dengan segera dihantarkan ke otak.
2.3.1 Struktur
Aksesori Mata
1.
Orbita adalah lekukan yang terisi bola
mata.
a.
Hanya seperlima rongga yang terisi bola
mata; sisa rongga berisi jaringan ikat dan adiposa, serta otot mata ekstrinsik,
yang berasal dari orbita dan menginsersi bola mata.
b.
Ada dua lubang pada orbit; foramen optik
berfungsi untuk lintasan saraf optik dan arteri oplamik, dan fisura orbital
superior berfungsi untuk lintasan saraf dan arteri yang berkaitan dengan otot
mata.
2.
Tiga pasang otot mata (dua pasang otot
rektus dan satu pasang otot oblik) memungkinkan mata untuk bergerak bebas ke
arah vertikal, horizontal, dan menyilang)
3.
Alis mata melindungi mata dari keringat;
kelopak mata (palpebrae) atas dan bawah melindungi mata dari kekeringan dan
debu.
4.
Fisura palpebral atau ruang antara
kelopak mata atas dan bawah, ukurannya bervariasi di antara individu dan
menentukan penampakan mata.
5.
Kantus medial terbentuk dari sambungan
(junction) medial kelopak mata atas dan bawah; kantus lateral terbentuk dari
sambungan lateral kelpoak mata atas dam bawah.
6.
Karunkel adalah elevasi kecil pada
sambungan medial. Bagian ini berisi kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
7.
Konjungtiva adalah lapisan pelindung
tipis epitelium yang melapisi setiap kelopak (konjungtiva palpebral) dan
terlipat kembali di atas permukaan anterior bola mata (bulbar, atau okular,
kongjungtiva)
8.
Lempeng tarsal pada setiap kelopak mata
adalah hubungan jaringan ikat yang rapat. Kelenjar melbomian, yang merupakan
pembesaran kelenjar sebasea pada lempeng tarsal, mensekresi barier berminyak
untuk mencegah air mata yang berlebihan pada kelopak mata bagian bawah.
9.
Aparatus lakrimal penting untuk produksi
dan pengaliran air mata.
a.
Air mata mengandung garam, mukosa dan
lisozim, suatu bakterioksida. Cairan ini membasahi permukaan mata dan
mempertahankan kelembabannya.
b.
Berkedip menekan kelenjar lakrimal dan
menyebabkan produksi air mata
c.
Airmata keluar melalui pungtum papila
lakrimal, yang menyambung kantong lakrimal. Kantong membuka ke dalam duktus
nasolakrimal, yang pada gilirannya akan masuk rongga nasal.
2.3.2 Struktur
Mata
Mata
terdiri dari dua bagian yaitu mata bagian internal dan eksternal yaitu :
1.
Mata bagian eksternal (luar)
a.
Orbita (lekuk mata), pelindung mata yang
terbentuk dari tulang – tulang mata.
b.
Bulu mata berfungsi menyaring cahaya
yang akan diterima.
c.
Alis mata berfungsi menahan keringat
agar tidak masuk ke bola mata.
d.
Kelopak mata (palpebra) berfungsi untuk
menutupi dan melindungi mata.
e.
Aparatus lakrimal penting untuk produksi
dan pengaliran air mata.
2.
Mata bagian internal (dalam)
1.)
Lapisan terluar yang keras pada bola
mata adalah tunika fibrosa. Bagian posterior tunika fibrosa adalah sklera
opaque yang berisi jaringan ikat fibrosa putih.
a.
Sklera, memberi bentuk pada bola mata
dan memberikan tempat perlekatan untuk otot ekstrisik
b.
Kornea, adalah perpanjngan anterior yang
transparan pada sklera di bagian depan mata. Bagian ini menstransmisi cahaya
dan memfokuskan berkas cahaya.
2.)
Lapisan tengah bola mata disebut tunika
vaskular (uvea), dan tersusun dari koroid, badan siliaris dan iris.
a.
Lapisan koroid adalah bagian yang sangat
terpigmentasi untuk mencegah refleksi internal berkas cahaya. Bagian ini juga
sangat tervaskularisasi untuk memberikan nutrisi pada mata, dan elastik
sehingga dapat menarik ligamen suspensori.
b.
Badan Siliaris, suatu penebalan dibagian
anterior lapisan koroid, mengandung pembuluh darah dan otot siliaris. Otot
melekat pada ligamen suspensorik, tempat perlekatan lensa. Otot ini penting
dalam akomondasi penghilatan, atau kemampuan untuk mengubah fokus dari objek
berjarak jauh ke objek dekat di depan mata.
c.
Iris, perpanjangan sisi anterior koroid
merupakan bagian mata yang berwarna bening. Bagian ini terdiri dari jaringan
ikat dan otot radialis serta sirkularis, yang berfungsi untuk mengendalikan
diameter pupil
d.
Pupil adalah ruang terbuka yang bulat
pada iris yang harus dilalui cahaya untuk dapat masuk ke interior mata.
3.)
Lensa adalah struktur bikonveks yang
bening tepat di belakang pupil. Elastisitasnya sangat tinggi, suatu sifat yang
akan menurun seiring proses penuaan.
4.)
Rongga mata. Lensa memisah interior mata
menjadi dua rongga; rongga interior dan posterior.
a.
Ruang anterior terbagi menjadi dua
ruang.
-
Ruang anterior terletak dibelakang
kornea dan di depan iris. Ruang posterior terletak di depan lensa dan di belakang
iris.
-
Ruang tersebut berisi aqueous humor,
suatu cairan bening yang diproduksi prosesus silliaris untuk mencukupi
kebutuhan nutrisi lensa dan kornea. Aqueous humor mengalir ke saluran schlemm
dan masuk ke sirkulasi darah vena.
-
Tekanan intraokular pada aqueous humor
penting untuk mempertahankan bentuk bola mata. Jika aliran aqueous humor
terhambat. Tekanan akan meningkat dan mengakibatkan kerusakan penglihatan,
suatu kondisi yang disebut glaukoma.
b.
Rongga posterior terletak diantara lensa
dan retina dan berisi vitreus humor, semacam gel transparan yang juga berperan
untuk mempertahankan bentuk bola mata dan mempertahankan posisi retina terhadap
kornea.
5.)
Retina, lapisan terdalam mata adalah
lapisan yang tipis dan transparan. Lapisan ini terdiri dari lapisan
terpigmentasi luar dan lapisan jaringan saraf dalam.
a.
Lapisan terpigmentasi luar pada retina
melekat pada lapisan koroid. Lapisan ini adalah lapisan tunggal sel epitel
kunoidal yang mengandung pigmen melanin dan berfungsi untuk menyerap cahaya
berlebih dan mencegah refleksi internal berkas cahaya yang melalui bola mata.
Lapisan ini juga menyimpan vitamin A.
b.
Lapisan jaringan saraf dalam (optikal)
yang terletak bersebelahan dengan lapisan terpigmentasi adalah struktur
kompleks yang terdiri dari berbagai jenis neuron yang tersusun dalam sedikitnya
sepuluh lapisan terpisah.
1.
Sel batang dan kerucut adalah reseptor
fotosensitif yang terletak berdekatan dengan lapisan terpigmentasi
a)
Sel batang adalah neuron silindirs
bipolar yang bermodifikasi menjadi dendrit sensitif cahaya. Setiap mata berisi
sekitar 120 juta sel batang terletak terutama pada perifer retina. Sel batang
tidak sensitif terhadap warna dan bertanggung jawab untuk penglihatan di malam
hari.
b)
Sel kerucut berperan dalam persepsi
warna. Sel ini berfungsi pada tingkat intesitas cahaya yang tinggi dan b
erperan dalam penglihatan di siang hari.
2.
Neuron bipolar membentuk lapisan tengah
yang menghubungkan sel batang dan sel kerucut ke sel – sel ganglion
3.
Sel ganglion mengandung akson yang
bergabung pada regia khusus dalam retina untuk membentuk saraf optik.
4.
Sel horizontal dan sel amakrin merupakan
sel lain yang ditemukan dalam retina. Sel ini berepan untuk menghubungkan
sinaps – sinaps lateral
5.
Cahaya masuk melalui lapisan ganglion,
lapisan bipolar dan badan sel batang serta kerucut untuk menstimulasi prosesus
dendrit dan memicu impuls saraf. Kemudian impuls saraf jalar dengan arah
terbalik melalui kedua lapisan sel saraf.
c.
Bintik Buta (diskus optik) adalah titik
keluar saraf optik. Karena tidak ada fotoreseptor pada area ini, makan tidak
ada sensasi penglihatan yang terjadi saat cahaya jatuh ke area ini
d.
Lutea makula adalah aera kekuningan yang
terletak agak lateral terhadap pusat
e.
Jalur visual ke otak (9-28)
1.
Saraf optik terbentuk dari akson sel sel
ganglion yang keluar dari mata dan bergabung tepat di sisi superior kelenjar
hipofisis membentuk klasma optik
2.
Pada klasma optik, serabut neuron yang
berasal dari separuh bagian temporal (lateral) setiap retina tetap berada di sisi yang sama sementara serabut
neuron yang berasal dari separuh bagian nasal (medial) setiap retina menyilang
ke sisi yang berlawanan.
3.
Setelah klasma optik, serabut akson
membentuk traktus optik yang memanjang untuk bersinapsis dengan neuron dalam
nuklei genikulasi lateral talamus. Aksonya menjalar ke korteks lobus oksipital
4.
Sebagian akson berhubungan dengan
kolikuli dalam refleks pupilaris dan siliaris.
2.3.3 Sistem Lakrimalis
Sistem sekresi air mata atau lakrimal
terletak didaerah temporal bola mata. Sistem ekskresi mulai pada pungtung
lakrimal, kalikuli lakrimal, sakus lakrima, duktus nasolakrimal, neatus
inferior. Sistem lakrimal terdiri atas dua bagian yaitu :
1.
Sistem produksi atau glandula lakrimal.
Glandula lakrimal terletak di temporoatero superior rongga orbita.
2. Sistem
ekskresi, yang terdiri atas piungtung lakrima, kanalikuli lakrimal, saklus
lakrimal, dan duktus nasolakrimal. Saklius lakrimal terletak dibagian depan
rongga orbita. Air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga
hidung didalam neatus inferior
Film
air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Air mata akan masuk kedalam
saklus lakrimal melalui pungtung lakrimal. Bila pungtum tidak menyinggung bola
mata, maka air mata akan keluar melalui margopalpebra yang disebut epifora.
Epifora juga akan terjadi akibat pengeluaran air mata yang berlebihan dari
kelenjar lakrimal. Untuk melihat adanya sumbatan pada duktuas nasolakrimal maka
sebaiknya diulakukan penekanan pada saklus nakrimal. Bila terdapat penyumbatan
yang disertai dakriosistitis, maka cairan berlendir kental akan keluar melalui
pungtum lakrimal.
2.3.4
Otot
Mata
Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda
dan untuk pergerakkan mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu
aksi otot.
1. Oblik inferior, aksi primer
Oblik inferior mempunyai origo pada foss lakrimal tulang lakrimal,
berinsersi pada sklera posterior 2 mm dari
kedudukan makula,
dipersarafi saraf okulomotor,
bekerja untuk menggerakkan mata keatas, abduksi dan eksiklotorsi.
2. Oblik superior, aksi primer
Oblik superior berorigo
pada anulus Zinn
dan ala parva
tulang sfenodi di atas
foramen optik, berjalan menuju troklea dan dikatrol batik dan kemudian berjalan
di atas otot rektus superior, yang kemudian berinsersi pada sklera dibagian
temporal belakang bola mata. Oblik superior dipersarafi saraf
ke IV atau saraf troklear yang keluar
dari bagian dorsal susunan saraf pusat.
Mempunyai aksi pergerakan miring dari troklea pada bola mata dengan
kerja utama terjadi bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan search atau mata
melihat ke arch nasal.
Berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi (primer) terutama bila
mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi. Oblik superior merupakan otot penggerak mata yang terpanjang dan tertipis.
3. Rektus inferior, aksi primer
Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik
inferior dan bola mata atau sklera dan
insersi 6 mm di belakang limbus yang pada persilangan dengan oblik inferior
diikat kuat oleh ligamen Lockwood. Rektus inferior dipersarafi oleh n. III. Fungsi
menggerakkan mata - depresi (gerak primer) - eksoklotorsi
(gerak sekunder) - aduksi (gerak sekunder) Rektus inferior
membentuk sudut 23
derajat dengan sumbu penglihatan.
4. Rektus lateral, aksi
Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawah
foramen optik. Rektus lateral
dipersarafi oleh N.
VI. Dengan pekerjaan
menggerakkan mata terutama
abduksi.
5. Rektus
medius, aksi
Rektus medius mempunyai origo
pada anulus Zinn dan pembungkus dura saraf
optik yang sering memberikan dan rasa sakit pada pergerakkan mata bila
terdapat neuritis retrobulbar, dan
berinsersi 5 mm di belakang limbus. Rektus medius merupakan otot mata yang paling
tebal dengan tendon
terpendek. Menggerakkan mata
untuk aduksi (gerak primer).
6. Rektus superior, aksi primer - elevasi dalam
abduksi sekunder
Rektus superior mempunyai origo
pada anulus Zinn dekat fisura orbita
superior beserta lapis dura saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada pergerakkan bola mata bila terdapat
neuritis retrobulbar. Otot ini berinsersi 7 mm di belakang limbus dan
dipersarafi cabang superior N.III. Fungsinya menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke
lateral :
a. Aduksi, terutama bila tidak melihat ke lateral
b. Insiklotorsi
2.3.5 Suplai Darah
Mata
mendapat pasokan darah dari arteri oftalmika (cabang dari arteri karois
interna) melalui arteri retina, arteri siliaris, dan arteri muskularis (lihat
gambar 1.5). sirkulasi konjungtiva beranastomosis di anterior dengan cabang –
cabang dari arteri karotis eksterna.
Saraf
optik anterior mendapat pasokan darah dari cabang – cabang dari arteri
siliaris. Retina mendapat pasokan darah dari cabang arteriol dari arteri retina
sentral. Tiap arteriol memasok darah ke satu area di retina.
Obstruksi
mengakibatkan iskemia pada sebagian besar area yang dipasok oleh arteriol
tersebut. Fovea sangat tipis sehingga tidak membutuhkan pasokan dari sirkulasi
retina. Fovea mendapat darah secara tidak langsung, seperti juga lapisan luar
retina, oleh difusi oksigen dan metabolit dari koroid melewati epitel pigmen
retina.
Sel
– sel endotel kapiler retina dihubungkan dengan taut erat sehingga pembuluh
darah tersebut menjadi impermeabel terhadap molekul kecil. Ini membentuk suatu
‘sawar darah retina bagiam dalam’. Namun kapiler koroid memiliki fenetrasi dan
mudah bocor. Sel – sel epitel pigmen retina juga dihubungkan dengan taut erat
dan membentuk ;sawar darah retina bagian luar’ antara koroid yang mudah bocor
dan retina.
2.3.6 Bola Mata
Terbenam dalam korpus adiposum orbital namun terpisah dari
selubung fasial bola mata. Bola mata terdiri atas 3 lapisan yaitu :
1. Tunika
Fibrosa
Merupakan jaringan ikat fibrosa yang tampak putih. Pada
bagian posterior di tembus oleh nervus optikus dan menyatu dengan selubung
saraf duramater. Lamina kribrosa adalah daerah sclera yang ditembus oleh
serabut saraf nervus optikus. Daerah ini relative lemah dan dapat menonjol
kedalam bola mata oleh pembesaran kavum subarahnoid yang mengelilingi nervus
opikus (N. II,). Kornea yang transparan mempunyai fungsi utama merefraksi
cahaya yang masuk dalam mata, tersusun berlapi-lapis dari luar ke dalam.
·
Epiel kornea yang bersambung dengan
epitel konjungtiva.
·
Substansia propia terdiri dari jaringan
ikat transparan.
·
Lamian limitans posterior.
·
Endotel (epithelium posterius) yang
berhubungan dengan aqueous humor .
2. Lamina
Vaskulosa
Dari depan ke belakang tersusun atas
bagian berikut:
·
Koroid
(choroidea)
Adalah lapisan luar berpigmen dan
berlapis. Lapisan dalam sangat vaskuler karena menyentuh pembuluh darah. Koroid
mengandung pleksus vena yang luas dan mengempis saat kematian. Lapisan koroid
terdiri atas bagian-bagian berikut ini.
a. Epikoroid,
lapisan sebelah luar yang terdiri atas serabut kolagen dan serabut elastic yang
tersusun longgar.
b. Lapisan
pembuluh kapiler, tempat berakhirnya arteri koroid dan vena dalam jaringan ikat
longgar.
c. Koroid
kapiler, lapisan kapiler tempat berakhirnya arteri koroid yang memiliki
jaringan elastin halus dan jaringan kolagen.
d. Lapisan
elastika, terdapat saraf silia yang berakhir pada otot-otot, pembuluh
darah, dan berhubungan dengan
pleksus-pleksus saraf.
·
Korpus siliare
Kebelakang bersambung
dengan koroid, kedepan teletak dibelakang tepi perifer iris, terdiri atas
korona siliaris, prosesus siliaris, dan muskulus siliaris. Persarafan siliaris nervus okulomotorius
berjalan kedepan bola mata sebagai nervus siliare Breves. Bagian terbesar dari
badan siliaris mempunyai tiga lapisan serat otot polos dan diantara serat otot
terdapat jaringan elastis yang rapat dan mengandung melanosit. Lapisan luar
epitel berpigmen retina disokong lamina basalis. Lapisan dalam tidak berpigmen
dan permukaannya tidak teratur yang merupakan perpanjangan saraf retina.
·
Iris
Diafragma berpigmen yang tipis terdapat
di dalam aqueous humor diantara kornea dan lensa. Tepi iris melekat pada
permukaan anterior korpus siliare membagi ruang diantara lensa dan kornea
menjadi kamera anterior dan posterior. Serat otot iris terdiri atas serat
sirkuler yang menyusun muskulus sphinkter pupilae disekitar tepi pupil dan
muskulus dilatator pupil berupa lembaran tipis yang terletak di dekat permukaan
posterior.
3. Tunika
Sensoria
Retina terdiri atas
pars pigmentosa, sebuah luar melekat pada koroid dan pars nervosa sebelah dalam
berhungan dengan korpus vitreum. Ujung anterior retina mebentuk cincin berombak
disebut ora serata (ora serrata retinae). Bagian anterior retina bersifat
nonreseptif dan terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel selinderis
dibawahnya. Di pusas bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan
disebut makula lutea yang merupakan daerah retina yang terlihat paling jelas.
Lapisan luar membentuk
epitel berpigmen, sedangkan lapisan dalam menjadi retina saraf. Suatu ruangan
potensial berda diantara kedua lapisan tersebut yang dilalui oleh penonjolan
sel pigmen. Retina optikal melapisi koroid mulai dari papilla saraf dibagian
posterior hingga ora serata anterior. Suatu cekungan dangkal yang disebut fovea
sentralis terletak 2,5 mm searah temporal papilla optik. Di sekeliling fovea
terdapat suatu daerah yang dikenal sebagai bintik kuning (makula lutea). Fovea
merupakan daerah penglihatan terjelas yang tidak memiliki reseptor-reseptor di
atas pila papilla optic sehingg daerah ini disebut bintik buta.
Epitel berpigmen adalah
suatu lapisan polygonal berbentuk teratur kearah ora serata dan selnya menjadi
lebih gepeng. Sejumlah besar mitokondria terletak pada plasma yang dikelilingi
oleh reticulum. Epitel berpigmen menyerap cahaya untuk mencegah pemantulan dan
berada dalam nutrisi fotoreseptor. Epitel berpigmen terlibat dalam penggantian
lamel membrane penting untuk membentuk redopsin serta pergerakan nya dengan
menimbun dan melepaskan vitamin A.
Fotoreseptor batang
maupun kerucut merupakan bentuk modifikasi neuron. Sel ini menunjukkan segmen
dalam dan luar yang terletak diluar membrane limitan eksterna. Cahaya harus
melalui seluruh ketebahan retina untuk mencapai fotoreseptor.
Batang merupakan sel
khusus yang mengandung fotopigmen. Redopsin dalam epitel pigmen menunjukkan
garis transversal yang saling berhungan. Batang dihubungkan oleh serat batang
dalam yang berjalan dari perikarion ke dalam lapisan pleksiform dan berakhir
dalam sebuah simpul yang mengandung gelembung sinaptik dan suatu pita sinaptik
sebagai lempeng padat.
Kerucut. Serat kerucut
dalam lebih tebal jika dibandingkan dengan yang tepadat pada batang. Kerucut
mempunyai penonjolan kecil yang berhubungan dengan sel bipolar. Kerucut yang terdapat
pada fovea berbentuk lebih panjang dan ramping dibandingkan segmen dalam dan
luar, sedangkan di bagian perifer retina kerucut lebih pendek dan tebal.
Isi bola mata adalah
media refraksi yang terdiri dari aqueous humor, korpus vitrous dan lensa.
a. Aqueous
humor
Cairan bening yang
mengisi kamera anterior dan kamera posterior bulbi yang merupakan secret dari
prosesus siliaris. Setelah itu cairan akan mengalir kedalam kamera posterior,
kemudian kedalam kamera anterior melalui pupila dan diangkut melalui celah-celah
angulus irido kornealis kedalam kanalis schlem. Gangguan drainase (pengeluaran
cairan) aqueous humor berakibat meningkatnnya tekanan intraocular yang dibut
glukoma. Fungsi aqueous humor adalah menyokong dinding bola mata dengan mmberi
tekan dari dalam dan meberi makan pada lensa, serta membuang produk metabolisme
karena lensa tidak memiliki pembuluh darah.
b. Korpus
vitreus
Mengisi bola mata
dibelakang lensa merupakan gelombang transparan yang dibungkus oleh membrane
vitrea. Pada daerah perbatasan dengan lensa membrane vitreus menebal yang
terdiri atas lapisan posterior yang menutup korpus vitreum tidak terdapat
pembuluh darah, fungsinya antara lain menambah daya pembesaran mata, menyokong
permukaan posterior lensa, dan membantu melekatkan pars nervosa pada pars
pigmentosa retina.
c. Lensa
Badan bikonveks yang
transparan terletak dibelakang iris, didekat korpus vitreum, dan dikelilingi
oleh prosesus siliaris, terdiri atas:
·
Kapsul elastis : membungkus struktur
lensa tetap berada dalam ketegangan sehingga lensa tetap berbentuk bulat.
·
Epitel kuboid : terbatas pada permukaan
anterior lensa .
·
Serat-serat lensa : dibentuk dari epitel
kuboid equator lensa. Tarikan serat-serat ligamentum suspensorium cenderung
menggepengkan lensa yang elastic sehingga dapat difokuskan melihat obyek-obyek
yang jauh.
Agar
mata dapat berakomodasi untuk melihat yang dekat, muskulus siliaris
berkontraksi dan menarik korpus siliare kedepan dan kedalam, hingga serat
ligamentum suspensorium dapat relaksasi. Keadaan ini memungkinkan lensa lebih
bulat. Dengan meningkatnya usia, lensa akan bertambah padat dan kurang elastic
akibanta kemampuan berakomodasi akan berkurang (presbiopia).
2.3.7
Komponen Syaraf yang
Terkait
Nama
|
Kerja
|
Saraf kranial yang
mempersarafi
|
Rektus
medial
|
Merotasikan
bola mata ke dalam
|
Saraf
okulomotor (saraf cranial ke-3)
|
Rektus
lateral
|
Merotasikan
bola mata keluar
|
Saraf
abdusens (saraf cranial ke-6)
|
Rektus
superior
|
Merotasikan
bola mata ke atas
|
Saraf
okulomotor (saraf cranial ke-3)
|
Rektus
inferior
|
Merotasikan
bola mata ke bawah
|
Saraf
okulomotor (saraf cranial ke-3)
|
Obliq
superior
|
Merotasikan
bola mata ke bawah dan keluar
|
Saraf
troklear ( saraf cranial ke-4)
|
Obliq
inferior
|
Merotasikan
bola mata ke atas dan keluar
|
Saraf
okulomotor (saraf cranial ke-3)
|
2.3.7 Konsep Adaptasi Gelap Terang
Dari ruangan gelap masuk ke dalam ruangan terang kurang
mengalami kesulitan dalam penglihatan. Tetapi apabila dari ruangan terang masuk
ke dalam ruangan gelap akan tampak kesulitan dalam penglihatan dan diperlukan
waktu tertentu agar memperoleh penyesuaian.
Apabila kepekaan retina cukup besar, seluruh objek/benda akan
merangsang rod secara maksimum sehingga setiap benda bahkan yang gelap pun akan
terlihat terang putih. Tetapi apabila kepekaan retina sangat lemah, ketika
masuk ke dalam ruangan gelap tidak ada bayangan yang benderang yang merangsang
rod dengan akibat tidak ada suatu objek pun yang terlihat. Perubahan
sensitifitas retina secara automatis ini dikenal sebagai fenomena penyesuaian
terang dan gelap.
a.
Mekanisme penyesuaian terang (cahaya)
Pada kerucut dan batang terjadi perubahan di bawah pengaruh
energi sinar yang disebut foto kimia. Di bawah pengaruh foto kimia ini
rhodopsin akan pecah, masuk ke dalam retine dan skotopsine. Retine akan
tereduksi menjadi vitamin A di bawah pengaruh enzyme alcohol dehydrogenase dan
koenzym DPN – H + H (=DNA) dan terjadi proses timbal balik (visa versa).
Rushton (1955) telah membuktikan adanya rhodopsin dalam retina
mata manusia, ternyata konsentrasi rhodopsin sesuai dengan distribusi rod.
Penyinaran dengan energi cahaya yang besar dan dilakukan secara terus menerus konsentrasi rhodopsin di dalam rod akan sangat menurun sehingga kepekaan retina terhadap cahaya akan menurun.
Penyinaran dengan energi cahaya yang besar dan dilakukan secara terus menerus konsentrasi rhodopsin di dalam rod akan sangat menurun sehingga kepekaan retina terhadap cahaya akan menurun.
b.
Mekanisme penyesuaian gelap
Seseorang masuk ke dalam ruangan gelap yang tadinya berada
di ruangan terang, jumlah rhodopsin di dalam rod sangat sedikit sebagai akibat
orang tersebut tidak dapat melihat apa-apa di dalam ruangan gelap. Selama
berada di ruangan gelap, pembentukan rhodopsin di dalam rod sangatlah
perlahan-lahan, konsentrasi rhodopsin akan mencapai kadar yang cukup dalam
beberapa menit berikutnya sehingga akhirnya rod akan terangsang oleh cahaya
dalam waktu singkat.
Selama penyesuaian gelap kepekaan retina akan meningkat
mencapai nilai 1.000 hanya dalam waktu beberapa menit saja, kepekaan retina
mencapai nilai 100.000 waktu yang diperlukan 1 jam.Sedangkan kepekaan retina
akan menurun dari nilai 100.000 apabila seseorang dari ruangan gelap ke ruangan
terang. Proses penurunanan kepekaan retina hanya diperlukan waktu 1 sampai 10
menit.
2.3.8 Proses Stimulus Penglihatan
Reseptor
penglihatan adalah sel – sel di conus (sel kerucut) dan basillus (sel batang).
Conus terutama terdapat dalam fovea dan penting untuk menerima rangsang cahay
kuat rangsang warna. Sel – sel basillus tersebar pada retina terutama diluar
macula dan berguna sebagai penerima rangsang cahaya bereintensitas rendah. Oleh
karena itu dilakukan dua mekanisme tersendiri di dalam retina (teori
duplisitas) yaitu
a. Penglihatan
photop yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan sinar pada siang hari dan
penglihatan warna dengan conus.
b. Penglihatan
scotop yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan senja dan malm hari dengan
basillus.
Jalannya Impuls di Mata
Manusia
dapat melihat karena ada rangsang berupa sinar yang diterima oleh reseptor pada
mata. Jalannya sinar pada mata adalah sebagai berikut :
Impuls
yang timbul dalam conus atau basillus berjalan melalui neuritnya menuju ke
neuron yang berbentuk sel bipolar dan akhirnya berpindah ke neuron yang
berbentuk sel multipolar. Neurit sel – sel multipolar meninggalkan retina dan
membentuk N. Optikus. Kedua N.Optikus dibawah hipotalamus saling bersilangan
sehingga membentuk chiasma nervus optikus, yaitu neurit – neurit yang berasal
dari sebelah lateral retina tidak bersilangan. Traktus optikus sebagian
berakhir pada coliculus superior, dan sebagian lagi pada korpus genekulatum
lateral yang membentuk neuron baru yang pergi ke korteks pada dinding visura
calcarina melalui kapsula interna. Pada dinding visura calcarina inilah
terdapat pusat penglihatan.
2.4 Sistem Penciuman (Hidung)
2.4.1
Anatomi Hidung
Bagian hidung dalam terdiri
atas struktur yang membentang dari nares anterior hingga koana di posterior
yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Septum nasi membagi tengah
bagian hidung dalam menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Setiap kavum nasi
mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. Bagian inferior
kavum nasi berbatasan dengan kavum oris dipisahkan oleh palatum durum. Ke arah
posterior berhubungan dengan nasofaring melalui koana. Di sebelah lateral dan
depan dibatasi oleh nasus externus. Di sebelah lateral belakang berbatasan
dengan orbita : sinus maksilaris, sinus
etmoidalis, fossa pterygopalatina, fossa pterigoides.
A) Dasar hidung
Dibentuk oleh prosesus
palatina os maksila dan prosesus horizontal ospalatum. Atap hidung terdiri dari
kartilago lateralis superior dan inferior, dan tulang-tulang os nasale, os
frontale lamina cribrosa, os etmoidale, dan corpus os sphenoidale. Dinding
medial rongga hidung adalah septum nasi. Septum nasi terdiri atas kartilago
septi nasi, lamina perpendikularis os etmoidale, dan os vomer. Sedangkan di
daerah apex nasi, septum nasi disempurnakan oleh kulit, jaringan subkutis, dan
kartilago alaris major.
B) Dinding lateral
Dinding lateral dapat
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu di anterior terdapat prosesus frontalis os
maksila, di medial terdapat os etmoidal, os maksila serta konka, dan di
posterior terdapat lamina perpendikularis os palatum, dan lamina pterigoides
medial. Bagian terpending pada dinding lateral adalah empat buah konka. Konka
terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior kemudian konka yang
lebih kecil adalah konka media, konka superior dan yang paling kecil adalah
konka suprema. Konka suprema biasanya akan mengalami rudimenter. Diantara
konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang dinamakan
dengan meatus. Terdapat tiga meatus yaitu meatus inferior, media dan
superior.Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit
antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Resesus sfenoetmoidal terletak di posterosuperior
konka superior dan di depan konka os spenoid. Resesus sfenoetmoidal merupakan
tempat bermuaranya sinus sfenoid.Meatus media merupakan salah satu celah yang
di dalamnya terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan bagian anterior
sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung,
pada dinding lateralnya terdapat celah berbentuk bulan sabit yang disebut sebagai
infundibulum. Muara atau fisura berbentuk bulan sabit yang menghubungkan meatus
medius dengan infundibulum dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan
medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal
sebagai prosesus unsinatus. Ostium sinus frontal, antrum maksila, dan sel-sel
etmoid anterior bermuara di infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel etmoid
anterior biasanya bermuara di bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara
di posterior muara sinus frontal.
Meatus nasi inferior adalah
yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara duktus nasolakrimalis
yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang batas posterior
nostril. Septum membagi kavum nasi menjadi ruang kanan dan kiri. Bagian
posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh
kartilago septum, premaksila dan kolumela membranosa. Bagian posterior dan
inferior oleh os vomer, krista maksila, krista palatina dan krista sfenoid.Pada
bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabangcabang a.sfenopalatina,
a.etmoid anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor yang disebut
Pleksus Kiesselbach (Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya
superfisial dan mudah cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber
epistaksis (pendarahan hidung) terutama pada anak.
Vena-vena hidung mempunyai
nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arteri. Vena di vestibulum dan
struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus
kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup sehingga merupakan faktor
predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga ke intrakranial.
Bagian depan dan atas
rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior, yang
merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V).
Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari
n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain
memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom
untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari
n.maksila (N.V), serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan
serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum
terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.
Nervus olfaktorius turun
dari lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada
mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung
2.4.2 Fisiologi Hidung
Fungsi
hidung antara lain untuk jalan nafas, alat pengatur kondisi udara (air conditioning),
penyaring udara, indera penghidu, resonansi suara, membantu proses bicara dan
reflek nasal.
a. Sebagai
jalan nafas
Saat inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke
atas setinggi konka media kemudian turun kearah nasofaring, sehingga udara
berbentuk lengkungan atau arkus. Saat ekspirasi, udara masuk melalui koana dan
kemudian mengikuti jalan yang sama seperti saat inspirasi, di bagian depan
aliran udara memecah sebagian melalui nares anterior dan sebagian lagi ke
belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran udara nasofaring.
b. Pengatur
kondisi udara
Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur
kelembaban udara dan mengatur suhu.
c. Sebagai
penyaring dan pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara
inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia, palut lendir dan enzim yang
dapat menghancurkan beberapa bakteri yang disebut lisozim.
d. Indera
penghidu
Hidung bekerja sebagai indera penghidu karena
adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
bagian atas septum nasi. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi
dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.
Epitel olfaktorius adalah epitel berlapis semu
berwarna kecoklatan dan terdiri dari tiga macam sel-sel saraf yaitu sel penunjang, sel basal dan sel
olfaktorius. Lamina propia di daerah olfaktorius mengandung kelenjar
olfaktorius Bowman. Sel penunjang dan kelenjar Bowman (Graziadei) yang
menghasilkan mukus cair.
Diantara sel-sel penunjang terdapat sel
olfaktorius yang bipolar, sedangkan di bagian puncak sel terdapat dendrit yang
telah berubah bentuk dan melanjutkan diri ke permukaan epitel, kemudian
membentuk bulatan disebut vesikel olfaktorius. Menurut teori stereokimia untuk
penghidu setiap bau dari ketujuh bau-bauan kimia atau dasar, indera penciuman
mempunyai molekul yang ukuran dan bentuknya unik dan bersifat elektrofilik atau
nukleofilik. Epitel olfaktorius diduga mempunyai reseptor-reseptor yang bentuk
dan dimensinya tertentu sehingga satu molekul bau yang spesifik membutuhkan
partikel reseptor tersendiri. Bau-bauan primer seperti bau-bauan eterial,
kamper, “musky”, wangi bunga, bau
permen, pedas dan busuk. Bau tambahan termasuk bau amandel, merupakan kombinasi
yang ditimbulkan oleh pertautan molekul-molekul dengan dua atau lebih reseptor
primer.
Teori lain berpendapat bahwa kualitas molekul
yang dianggap sebagai bau adalah
interaksi antara vibrasi dengan organ reseptor. Kemungkinan besar,
permulaan perjalanan impuls pada nervus olfaktorius adalah rangsangan pada
batang olfaktorius atau silia, mungkin oleh larutan partikel bau-bauan dalam lendir.
Pada perangsangan sel reseptor, akan timbul perubahan potensial listrik yang
menghasilkan penjalaran impuls ke bulbus olfaktorius untuk merangsang sel
mitral. Bulbus olfaktorius mempunyai aktivitas listrik yang menetap dan
terus-menerus.
Ujung proksimal sel olfaktorius menipis sampai
hanya berbentuk filamen setebal 1 mikrometer, yakni akson. Bersama-sama akson
lainnya berkumpul membentuk gabungan 20 filamen disebut fila olfaktoria, yang
berjalan melalui lubang pada lamina kribrosa dan memasuki bulbus olfaktorius di
otak. Fila ini tidak bermielin.
Di dalam bulbus olfaktorius akson dari nervus
olfaktorius akan berhubungan dengan sel-sel mitral dan akson ini meninggalkan
bulbus untuk membentuk traktus olfaktorius yang berjalan sepanjang dasar lobus
frontalis untuk kemudian masuk ke korteks piriformis, komisura anterior,
nukleus kaudatus, tuberkulus olfaktorius dan limbus anterior kapsula interna
dengan hubungan sekunder.
e. Resonansi
suara
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas
suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi
berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).
f. Proses
bicara
Hidung membantu proses pembentukan kata-kata.
Kata dibentuk oleh lidah, bibir dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan
nasal (m, n, ng) rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun
untuk aliran udara.
g. Refleks
nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang
berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh:
iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas berhenti. Rangsangan
bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
2.4.3
Proses Penciuman
Di dalam rongga hidung terdapat selaput lendir yang
mengandung sel- sel pembau. Pada sel-sel pembau terdapat ujung-ujung
saraf pembau atau saraf kranial (nervus alfaktorius), yang
selanjutnya akan bergabung membentuk serabut-serabut saraf pembau untuk
menjalin dengan serabut-serabut otak (bulbus olfaktorius). Zat-zat kimia
tertentu berupa gas atau uap masuk bersama udara inspirasi
mencapai reseptor pembau.
Zat ini dapat larut dalam lendir hidung, sehingga
terjadi pengikatan zat dengan protein membran pada dendrit. Kemudian timbul
impuls yang menjalar ke akson-akson. Beribu-ribu akson bergabung menjadi suatu
bundel yang disebut saraf I otak (olfaktori). Saraf otak ke I ini menembus
lamina cribosa tulang ethmoid masuk ke rongga hidung kemudian bersinaps dengan
neuron-neuron tractus olfactorius dan impuls dijalarkan ke daerah pembau primer
pada korteks otak untuk diinterpretasikan.
2.4.4
Kelainan pada Indera Penghidu
Kelainan
penghidu disebut
dengan “osmia”, diantaranya adalah:
a. Anosmia : tidak bisa mendeteksi bau
b. Hiposmia : penurunan kemampuan dalam
mendeteksi bau
c. Disosmia : distorsi identifikasi bau
d. Parosmia : perubahan persepsi
pembauan meskipun terdapat sumber bau, biasanya bau tidak enak
e. Phantosmia : persepsi bau tanpa
adanya sumber bau
f. Agnosia : tidak bisa menyebutkan
atau membedakan bau, walaupun penderita dapat mendeteksi bau.
Gangguan pembauan dapat bersifat total (seluruh bau),
parsial (hanya sejumlah bau), atau spesifik (hanya satu atau sejumlah kecil
bau). Pada
manusia telah telah ditemukan beberapa lusin jenis anosmia yang berbeda;
kelainan-kelaina ini diperkirakan desebabkan oleh tidak adanya atau gangguan
fungsi salah satu dari banyak kelompok reseptor bau. Ambang penghidu meningkat
seiring dengan bertambahnya usia, dan lebih dari 75% orang berusia di atas 80
tahun mengalami gangguan mengidentifikasi bau.
2.5 Pemeriksaan
Fisik
2.5.1 Pemeriksaan
Fisik Indra Penglihatan
Pemeriksaan fisik mata dapat
dilakukan dengan beberapa cara. Berikut ini akan dijelaskan cara melakukan
pemeriksaan mata yaitu:
1. Pemeriksaan
ketajaman penglihatan (pemeriksaaan visus)
Mata merupakan organ tubuh yang
berfungsi sebagai indera penglihatan sehingga pemeriksaan ketajaman mata sangat
penting untuk bisa mengetahui fungsi mata. Pemeriksaan ketajaman mata dilakukan
paling awal sebelum melakukan pemeriksaan mata lebih lanjut.
Ketajaman penglihatan dituliskan
dalam rasio perbandingan jarak penglihatan normal seseorang dengan jarak
penglihatan yang dapat dilihat oleh orang seseorang. Misalnya ketajaman
penglihatan 20/30 yang berarti seseorang dapat melihat dengan jarak 20 kaki
sedangkan pada penglihatan normal dapat dilihat dengan jarak 30 kaki. Orang
dengan mata normal memiliki nilai ketajaman mata 20/20.
A. Alat:
1) Kartu Snellen
2) Lampu senter
3) Karton untuk menutup mata
1.
Indikasi:
pada pasien yang diduga mengalami gangguan sensori.
2.
Kontraindikasi:
–
3.
Cara:
1) Pemeriksaan
menggunakan kartu snellen standar
Cara melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan menggunakan kartusnellen ini yaitu:
1. Pasien berdiri sejauh 6 meter (20
kaki) dari kartu snellen.
2. Minta pasien untuk menutup salah
satu mata dengan karton.
3. Minta pasien untuk membaca huruf
yang ada pada kartu sampai pasien tidak dapat membaca lagi huruf tersebut.
2)
Menilai pasien dengan penglihatan buruk
Jika pasien tidak dapat membaca
huruf yang ada pada kartu snellen, maka pasien harus diperiksa menggunakan
kemampuan membaca jari tangan. Cara pemeriksaan menggunakan kemampuan membaca
jari tangan yaitu:
1.
Tutup
salah satu mata pasien.
2.
Perawat
berdiri di depan pasien dengan menunjukkan angka pada jari perawat.
3.
Jika
pasien tidak dapat melihat jari perawat maka dilakukan pemeriksaan menggunakan
cahaya.
Namun seringkali pemeriksaan sistem
penglihatan menghadapi kendala pada pasien anak-anak, orang dengan gangguan
mental, dan orang yang berpura-pura tidak melihat karena pemeriksaan ini
berfokus pada subyektif,yaitu interpretasi dari respon yang dirasakan pasien.
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu teknik pemeriksaan yang berfokus
pada objektif dan memiliki korelasi dengan daya penglihatannya melalui alat
yang disebut nystagmometer.
Gambar: Kartu Snellen
2. Pemeriksaan
lapangan pandangan
Cara yang paling mudah dalam melakukan pemeriksaan lapangan
pandangan adalah menggunakan metode uji telunjuk.
a.
Indikasi:
pasien yang diduga mengalami gangguan sensori.
b.
Kontraindikasi:
–
c.
Cara:
1. Pasien dan perawat duduk berhadapan.
2. Minta pasien untuk menutup salah
satu matanya.
3. Perawat juga ikut menutup salah satu
matanya. Misalnya jika pasien menutup mata kirinya, maka perawat menutu mata
kanannya.
4. Minta pasien memandang hidung
perawat
5. Minta pasien menghitung jumlah jari
yang ada pada bagian superior dan inferior lirikan temporal dan nasal.
3. Pemeriksaan
buta warna (tes isihara)
Salah satu gangguan mata yang
bersifat herediter, yaitu buta warna. Buta warna merupakan penglihatan
warna-warna yang tidak sempurna, seringkali disebut sebagai cacat penglihatan
warna. Cacat penglihatan warna bersifat didapat, terkadang merupakan gejala
dini kerusakan mata. Untuk mengetahui adanya cacat penglihatan mata perlu
dilakukan tes isihara.
Tes isihara merupakan gambar-gambar
pseudoisokromatik yang disusun oleh titik dan kepadatan warna yang berbeda,
berasal dari warna primer yang didasarkan warna yang hamper sama. Titik-titik
warna tersebut disusun dengan bentuk dan pola tertentu tanpa adanya kelainan
persepsi warna.
- Alat dan bahan:
Gambar pseudoisokromatik
2. Teknik:
1)
Kartu
isihara diletakkan di tempat dengan penerangan baik
2)
Pasien
diminta menyebutkan gambar atau angka pada kartu tersebut dalam 10 detik
3. Penilaian
Bila lebih dari 10 detik berarti
terdapat kelainan penglihatan warna buta warna merah hijau terdapat atrofi
saraf optik, buta warna biru kuning terdapat pada retinopati hipertensif,
retinopati diabetic dan degenerasi macula senile dini. Degenerasi pada macula
stargardts dan fundus lamikulatus memberikan gangguan penglihatan warna
merah-hijau.
4. Petunjuk Pengisian Gambar
Ø No 1 : semua orang baik normal atau
buta warna dapat membaca dengan benar angka 12. Bagian ini biasanya digunakan
pada awal test.
Ø No 2 : pada orang normal terbaca “8”
dengan defisiensi merah-hijau “3”.
Ø No 3 : pada orang normal terbaca “5”
dengan defisiensi merah-hijau “2”.
Ø No 4 : pada orang normal terbaca
“29” dengan defisiensi merah-hijau “70”.
Ø No 5 : pada orang normal terbaca
“74” dengan defisiensi merah-hijau “21”.
Ø No 6-7 : pada orang normal dapat
membaca dengan benar tetapi pada orang dengan defisiensi merah hijau, susah
atau tidak dapat membacanya.
Ø No 8 : pada orang normal dengan
jelas “2” tetapi bagi defisiensi merah-hijau tidak jelas.
Ø No 9 : pada orang normal susah atau
tidak terbaca tetapi kebanyakan pada orang dengan defisiensi merah hijau
melihat “2”.
Ø No 10 : pada orang normal angka
terbaca “16” tetapi bagi defisiensi merah hijau tidak dapat membaca.
Ø No 11 : gambar garis yang melilit
diantara 2 xs. Pada orang normal, dapat mengikuti garis ungu-hijau. Tetapi pada
orang buta warna tidak dapat mengikuti atau dapat mengikuti tapi berbeda dengan
orang normal.
Ø No 12 : pada orang normal dan
defesiensi merah hijau melihat angka “35” tetapi pada protanopia dan
protanomali berat hanya dapat membaca angka “5” dan pada deuteranopia dan
deuteranopia berat terbaca angka “3”.
Ø No 13 : pada orang normal dan
defesiensi merah hijau ringan melihat angka “96” tetapi pada protonopia dan
protonopia berat hanya terbaca “6”.
Ø No 14 : pada orang normal dapat
mengikuti garis yang melilit 2 xs, ungu dan merah; pada protanopia dan
protanomali berat hanya mengikuti garis ungu dan pada protanomali ringan kedua
garis diikuti tetapi garis ungu kurang terlihat untuk diikuti; pada
deuteranopia dan deuteranomalia berat hanya garis merah yang diikuti; pada
deuteranomalia ringan kedua garis dapat diikuti tetapi garis merah kurang
terlihat untuk diikuti.
Gambar: ishihara test
2.5.2 Pemeriksaan
Fisik Indra Pendengaran
Sama halnya dengan pemeriksaan mata,
dalam melakukan pemeriksaan telinga juga dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu:
1. Tes
ketajaman auditorius
Tes ini akan dapat mengetahui
kemampuan pasien dalam mendengarkan bisikan kata(voice test) atau detakan jam tangan.
1.
Alat:
bel kecil
2.
Indikasi:
dapat dilakukan pada semua usia yang diduga mengalami gangguan sensori.
3.
Kontraindikasi:
–
4.
Cara:
1)Bayi:
a)
Perawat berdiri di belakang anak.
b)
Bunyikan sebuah bel kecil, bunyikan jari-jari atau tepuk tangan.
c)
Hasilnya: pada bayi yang kurang dari 4 bulan menunjukkan reflek terkejut. Bayi
yang berusia 6 bulan/lebih mencoba mencari suara dengan menggerakkan mata atau
kepala mereka.
2)Anak usia prasekolah:
a)
Perawat berdiri 0,6 sampai 0,9 meter di depan anak.
b)
Berikan instruksi tertentu pada anak.
c)
Hasil: anak dengan pendengaran normal akan melakukan instruksi.
3)Anak usia sekolah
a)
Berdiri kira-kira 0,3 m di belakang anak.
b)
Perintahkan anak untuk menutup telinganya.
c) Bisikkan
angka pada anak.
d)
Perintahkan anak untuk menirukan angka yang dibisikkan.
e)
Lakukan pada telinga lainnya.
2. Uji weber
- Alat: garputala.
- Tujuan: untuk membedakan tuli
konduktif dan tuli sensorineural.
- Indikasi: bisa digunakan pada anak-anak
dan dewasa.
- Kontraindikasi: –
- Cara:
1)Pukulkan
garputala pada telapak tangan.
2)Letakkan
garputalapada garis tengah kepala pasien.
3)Tanyakan
pada pasien letak suara yang terdengar paling keras.
- Hasil: pada pasien
sensorineural, suara terdengar pada telinga yang tidak terganggu.
Ssedangkan pada tuli konduktif, suara terdengar lebih jelas pada telinga
yang terganggu.
Gambar: tes weber
3. Uji rinne
- Alat: garputala.
- Tujuan: untuk membandingkan
hantaran udara dan tulang.
- Indikasi: dapat dilakukan pada
anak dan dewasa.
- Kontraindikasi:
- Cara:
1)
Pukulkan
garputala pada telapak tangan.
2)
Letakkan
batang garputala ke tulang mastoideus pasien.
3)
Ketika
pasien menunjukkan bahwa suara tidak terdengar lagi, dekatkan gigi garputala ke
meatus eksternus salah satu telinga.
4)
Lakukan
cara yang sama pada telinga lainnya.
4. Uji Scwabach
- Alat: garputala.
- Tujuan: untuk membandingkan
hantaran bunyi dari 2 subyek.
- Indikasi: dapat dilakukan pada
anak dan dewasa.
- Kontraindikasi: –
- Cara:
- Getarkan garputala yang
dipegang
- Letakkan ujung garputalapada
lubang telinga pasien
- Ketika pasien menunjukkan
bahwa suara tidak terdengar lagi,
- Lakukan cara yang sama pada
telinga subyek kedua atau pemeriksa
- Bandingkan hasilnya dari kedua
subyek tersebut
- Hasil:
1) Normal: anak akan mendengar suara garputala di meatus
eksternus setelah tidak terdengar di prosesus mastoideus dan suara dapat
terdengar sama baiknya.
2) Abnormal: pada kehilangan pendengaran sensorineural
memungkinkan suara yang dihantarkan lewat udara lebih baik dari pada lewat tulang
dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan lemah.
2.5.3
Pemeriksaan Fisik Pengecap.
Pada hakekatnya, lidah mempunyai hubungan erat dengan indera
khusus pengecap. Zat yang memberikan impuls pengecap mencapai sel reseptor
lewat pori pengecapan. Ada empat kelompok pengecap atau rasa yaitu manis, asin,
asam, dan pahit.
Gangguan indera pengecap biasanya disebabkan oleh keadaan
yang mengganggu tastants atau zat yang memberikan impuls pengecap pada sel
reseptor dalam taste bud (gangguan transportasi) yang menimbulkan cedera sel
reseptor (gangguan sensorik) atau yang merusak serabut saraf aferen gustatorius
serta lintasan saraf sentral gustatorius (gangguan neuron).
Manifestasi klinis dari indera
pengecap apabila dilihat dari sudut pandang psikofisis, gangguan pada indera
pengecap dapat digolongkan menurut keluhan pasien atau menurut hasil
pemeriksaan sensorik yang objektif missal sebagai berikut.
1.
Ageusia
total adalah ketidakmampuan untuk mengenali rasa manis, asin, pahit, dan asam.
2.
Ageusia
parsial adalah kemampuan mengenali sebagian rasa saja.
3.
Ageusia
spesifik adalah ketidakmampuan untuk mengenali kualitas rasa pada zat tertentu.
4.
Hipogeusia
total adalah penurunan sensitivitas terhadap semua zat pencetus rasa.
5.
Hipogeusia
parsial adalah penurunan sensitivitas terhadap sebagian pencetus rasa.
6.
Disgeusia
adalah kelainan yang menyebabkan persepsi yang salah ketika merasakan zat
pencetus rasa.
Pasien
dengan keluhan hilangnya rasa bisa dievaluasi secara psikofisis untuk fungsi
gustatorik selain menilai fungsi olfaktorius. Langkah pertama melakukan tes
rasa seluruh mulut untuk kualitas, intensitas, dan persepsi kenyamanan dengan
sukrosa, asam sitrat, kafein, dan natrium klorida. Tes rasa listrik
(elektrogustometri) digunakan secara klinis untuk mengidentifikasi defisit rasa
pada kuadran spesifik dari lidah. Biopsi papilla foliate atau fungiformis untuk
pemeriksaan histopatologik dari kuncup rasa masih eksperimental akan tetapi
cukup menjanjikan mengetahui adanya gangguan rasa.
2.2.4 Pemeriksaan Fisik Indra Penciuman
Indra penciuman merupakan penentu
dalam identifikasi aroma dan cita rasa makanan-minuman yang dihubungkan oleh
saraf trigeminus sebagai pemantau zat kimia yang terhirup. Indra penciuman
dianggap salah satu sistem kemosensorik karena sebagian besar zat kimia
menghasilkan persepsi olfaktorius, trigeminus, dan pengecapan. Hal ini
dikarenakan sensasi kualitatif penciuman ditangkap neuroepitelium olfaktorius
sehingga menimbulkan sensibilitas somatic berupa rasa dingin, hangat, dan
iritasi melalui serabut saraf aferen trigeminus, glosofaringeus, dan vagus
dalam hidung, kavum oris, lidah, faring, dan laring.
Sedangkan saat ini terdapat beberapa
metode yang tersedia untuk pemeriksaan penciuman, yaitu:
- Tes odor stix
Uji ini menggunakan pena penghasil
bau-bauan. Penba ini dipegang dalam jarak sekitar 3-6 inci dari hidung pasien
untuk mengkaji persepsi bau pasien secara kasar.
2.
Tes alkhohol 12 inci
Merupakan metode pemeriksaan
persepsi bau secara kasar dengan menggunakan paket alkhohol isopropil yang
dipegang pada jarak 12 inci.
3. Scratch and sniff card
Metode ini menggunakan kartu yang memiliki 3 bau untuk
menguji penciuman secara kasar
4. The University of Pennsylvania Smell Identification Test
(UPSIT)
Merupakan metode paling baik untuk
menguji penciuman dan paling direkomendasikan. Uji ini menggunakan 40 item
pilihan ganda berisi bau-bauan berbentuk kapsul mikro. Orang yang kehilangan
seluruh fungsi penciumannya memiliki skor kisaran 1-7 dari skor maksimal 40.
Untuk anosmia total, skor yang dihasilkan lebih tinggi karena terdapat adanya
sejumlah bau-bauan yang bereaksi terhadap rangsangan terminal.
5. Pemeriksaan fisik untuk emenentukan ambang batas
Penentuan ambang deteksi bau
menggunakan alkhohol feniletil yang ditetapkan dengan menggunakan rangsangan bertingkat.
Masing-masing lubang hidung harus diuji sensitivitasnya melalui ambang deteksi
untuk fenil-etil metil etil karbinol.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara struktral anatomis, bola mata berdiameter ±2,5 cm dimana 5/6
bagiannya terbenam dalam rongga mata, dan hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak
pada bagian luar.
Anatomi sistem pendengaran
merupakan organ pendengaran dan keseimbangan.Terdiri dari telinga luar, tengah
dan dalam. Telinga manusia menerima dan mentransmisikan gelombang bunyi ke otak
dimana bunyi tersebut akan di analisa dan di intrepretasikan. Cara paling mudah
untuk menggambarkan fungsi dari telinga adalah dengan menggambarkan cara bunyi
dibawa dari permulaan sampai akhir dari setiap bagian-bagian telinga yang
berbeda.
Hidung merupakan alat visera (alat dalam rongga badan) yang
erathubungannya dengan gastrointestinalis. Olfaktori adalah organ pendeteksi bau yang berasal dari makanan
Anatomi hidung manusia terbagi menjadi dua, yaitu hidung luar dan hidung dalam.Fisiologi
hidung manusia antara lain refleks nasal, proses bicara, resonansi
suara, indera penghidu, sebagai penyaring dan pelindung, pengatur kondisi
udara, dan sebagai jalan nafas.Kelainan pada indera penghidu
antara lain anosmia,
hiposmia, disosmia, parosmia, phantosmia, agnosia.
Lidah adalah salah satu dari
panca indera manusia. Lidah berfungsi sebagai organ pengecap, pada lidah
terdapat reseptor untuk rasa. Reseptor ini peka terhadap stimulus dari zat-zat
kimia, sehingga disebut kemoreseptor.Terdapat empat macam papila lidah: Papila
foliate, pada pangkal lidah bagian lateral,Papila fungiformis, pada bagian
anterior.Papila sirkumfalata, melintang pada pangkal lidah.Papila Filiformis,
terdapat pada bagian posterior. Pada foliate tidak terdapat kuncup-kuncup
pengecap.
Kemampuan reseptor tersebut dikumpulkan
menjadi 5 kategori umum : asam, asin, manis, pahit dan umami disebut sensasi
pengecapan utama.
DAFTAR PUSTAKA
ADAM, George L. 1997. Buku ajar penyakit THT. Jakarta: EGC .
Arsyad Soepardi, Et.al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala &
Leher; Edisi keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
Ballantyne J and Govers J :
Scott Brown’s Disease of the Ear, Nose, and Throat. Publisher: Butthworth Co.Ltd. : 1987, vol. 5
Bashiruddin,
J., Hadjar, E., dan Alviandi, W. (2007) Gangguan keseimbangan dalam buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher. Jakarta : Balai
penerbit FKUI; h. 94-101
Boies, adams. Buku Ajar
Penyakit THT Edisi 6. EGC. Jakarta .1997
Sherwood Laurale; Fisiologi
Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Penerbit: EGC. Jakarta 2006.
Encarta. Anatomy of The Nose. http://www.encarta.msn.com/Anatomy of The
Nose.html. [diakses tanggal 24 November
2012].
Ganong WF. 2003. Review of Medical Physiology Ed.21. USA: McGraw-Hill.
Greenstein, Ben. 2000. Color Atlas of Neurosciences, Neuroanatomy
and Neurophysiology. New York:
Thieme
Hall, John E. Guyton and Hall
Textbook of Medical Physiology. Publisher: Saunders 2010.
Hilger, PA. 1997. Hidung: Anatomi dan Fisiologi Terapan dalam:
Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Adam, Boeis, Highler (eds). Jakarta: EGC.
Mangunkusumo, E. 2001. Gangguan Penghidu dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Soepardi EA, Iskandar N
(ed). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Pearce, Evelyn. C. 2008. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Sutedja,
W. (2012) LBM III “duniaku berputar”. From : http://www.scribd.com/doc/90618831/LBM-III, 10
Januari 2013
Stoane, Ethel.2003.Anatomi
dan Fisiologi untuk pemula.Jakarta:ECG. https://id.scribd.com/doc/193088968/Makalah-Indera-Penglihatan-Kel-1
Soetjipto, D., Mangunkusumo,
E. 2001. Sumbatan Hidung dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Soepardi EA, Iskandar
N (ed). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Wong, L. Donna, dkk.
2009. BukuAjarKeperawatanPediatrikVol 1 Wong.
Jakarta: EGC.
Vander. 2001. Human Physiology - The Mechanism of Body
Function, 8th ed. New York: McGraw-Hill.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar