DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................
DAFTAR
ISI................................................................................................................................
BAB I. TUMOR PARU
A. PENGERTIAN
..................................................................................................................
B. ETIOLOGI /
PENYEBAB
..............................................................................................
C. PATOFISIOLOGI
..........................................................................................................
D. MANIFESTASI KLINIS
..............................................................................................
E. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK....................................................................................
F.
PENATALAKSANAAN...................................................................................................
G.
Komplikasi......................................................................................................................
BAB II. ASKEP TUMOR
PARU..........................................................................................
A.
Pengkajian....................................................................................................................
B. Diagnosa
Keperawatan................................................................................................
C. Intervensi
Keperawatan...............................................................................................
D. Implementasi
Keperawatan......................................................................................
E.
Evaluasi........................................................................................................................
BAB II.
PENUTUP.............................................................................................................
A.
KESIMPULAN................................................................................................................
B.
SARAN...........................................................................................................................
C. DAFTAR
PUSTAKA.........................................................................................................
BAB I
TUMOR PARU
A. PENGERTIAN
Tumor merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi
berasal dari bahasa latin, yang berarti bengkak. Istilah Tumor ini digunakan
untuk menggambarkan pertumbuhan biologikal jaringan yang tidak normal. Menurut
Brooker, 2001 pertumbuhan tumor dapat digolongkan sebagai ganas (malignant)
atau jinak (benign).
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga
tumor jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan
sehat sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus
yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka
pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi (Robin dan
Kumar, 1995).
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian
sel yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan
biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang
bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis).
Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan
mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Tjakra,
1991).
Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang
berasal dari saluran napas. ( Hood Al sagaff, dkk 1993 )
Kanker paru adalah tumor berbahaya yang tumbuh diparu,
sebagian besar kanker paru berasal dari sel-sel didalam paru tapi dapat juga
berasal dari bagian tubuh lain yang terkena kanker. ( Zerich 150105 Weblog, by
Erich )
B. ETIOLOGI /
PENYEBAB
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum
diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam
peningkatan insiden kanker paru :
1. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan
statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua
puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti
ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya
orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan
kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon
karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan
pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal
akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon.
Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
3. Kanker paru
akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar
dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja
pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan
asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang
lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui
adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam
kanker paru, yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.
6. Diet
Dari beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi
terhadap betakarotene, selenium, dan vit. A menyebabkan tingginya risiko
terkena kanker paru.
C.
PATOFISIOLOGI
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang
bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus
dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul
dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral
dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya
menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat
bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding
esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
D. MANIFESTASI
KLINIS
Manifestasi klinik pada penderita tumor paru yaitu :
a. Batuk yang
terus menerus dan berkepanjangan
b. Napas
pendek-pendek dan suara parau
c. Batuk
berdarah dan berdahak
d. Nyeri pada
dada, ketika batuk dan menarik napas yang dalam
e. Hilang nafsu
makan dan berat badan
E. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta
Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi
tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi
kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum
pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan
sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer
dengan ukuran
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih
baik dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah
bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila
bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan
sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru
dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
F.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medik
Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun
hanya < 25% kasus yang bisa dioperasi dan hanya 25% diantaranya ( 5% dari
semua kasus ) yang telah hidup setelah 5 tahun. Tingkat mortalitas perioperatif
sebesar 3% pada lobektomi dan 6% pada pneumonektomi
1. Radioterapi
radikal, digunakan pada kasus kanker paru bukan sel kecil yang tidak bisa
dioperasi. Tetapi radikal sesuai untuk penyakit yang bersifat lokal dan hanya
menyembuhklan sedikit diantaranya.
2. Radioterapi
paliatif, untuk hemoptisis, batuk, sesak napas atau nyeri local
3. Kemoterapi,
digunakan pada kanker paru sel kecil, karena pembedahan tidak pernah sesuai
dengan histologi kanker jenis ini. Peran kemoterapi pada kanker bukan sel kecil
belum jelas.
4. Terapi endobronkia,
seperti kerioterapi, tetapi laser atau penggunaan stent dapat memulihkan gejala
dengan cepat pada pasien dengan penyakit endobronkial yang signifikan
5. Perawatan
faliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan dispnea. Steroid
membantu mengurangi gejala non spesifik dan memperbaiki selera makan
Penatalaksanaan
Keperawatan
v Bantu pasien
untuk mencari posisi yang paling sedikit nyerinya
v Dalam tindakan
psikologis kurangi ansietas dengan memberikan informasi yang sering, sederhana,
jelas tentang apa yang sedang dilakukan untuk
v Mengatasi
kondisi dan apa makna respons terhadap pengobatan.
G. Komplikasi
Ø Hematorak
Ø Pneumotorak
Ø Empiema
Ø Endokarditis
Ø Abses paru
Ø Atelektasis
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TUMOR PARU
A. Pengkajian
1.
Aktivitas/istirahat.: Kelemahan, ketidakmampuan, mempertahankan
kebiasaan rutin, dispnoe karena aktivitas , kelesuan biasanya tahap lanjut.
2. Sirkulasi
Peningkaran Vena Jugulari, Bunyi jantung: gesekan perikordial ( menujukan efusi
) tachycardia, disritmia, jari tabuh.
3. Integritas Ego :
Ansietas, takut akan kematian, menolak kondisi yang berat, gelisah, insomnia,
pertanyan yang diulang-ulang.
4. Eliminasi ;
Diare yang hilang timbul ( ketidakseimbngan hormonal,)Peningkatan
frekuesnsi/jumlah urine ( Ketidakseimbngan Hormonal ).
5. Makanan/cairan :
Penurunan Berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan, kesulitan
menelan, haus/peningkatan masukan cairan. Kurus, kerempeng, atau penampilan
kurang bobot ( tahap lanjut 0, Edema
wajah, periorbital ( ketidakseimbangan hormonal ), Glukosa dalam urine .
6.
Ketidaknyamanan/nyeri: nyeri dada, dimana tidak/dapat dipengaruhi oleh
perubahan posisi.Nyeri bahu/tangan, nyeri tulang/sendi, erosi kartilago
sekunder terhadap peningkatan hormon pertumbuhan.Nyeri abdomen hilang/timbul
7. Pernafasan :
Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya , peningkatan produksi
sputum, nafas pendek, pekerja terpapar bahan karsinogenik, serak, paralisis
pita suara, dan riwayat merokok.Dsipnoe, meni gfkat dengan kerja, peningkatan
fremitus taktil, krekels/mengi pada inspirasi atau ekspirasi ( ganguan aliran
udara ). Krekels/mengi yang menetap penyimpangan trakeal( area yang mengalami
lesi ) Hemoptisis.
8. Keamanan :
Demam, mungkin ada/tidak, kemerahan,
kulit pucat.
9. Seksualitas :
Ginekomastia, amenorea, atau impoten.
10.
Penyuluhan/pembelajaran : Faktor resiko keluarga, : adanya riwayat
kanker paru, TBC. Kegagalan untuk membaik.
B. Diagnosa
Keperawatan
1) Ansietas
berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap perubahan
status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang berarti,
krisis situasi atau krisis maturasi.
2) Tidak efektif
bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi bronkial sekunder karena
invasi tumor.
3) Gangguan rasa
nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan saraf oleh tumor paru.
4) Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang
terpajan pada informasi.
C. Intervensi
Keperawatan
1.Diagnosa 1 :
Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri,
ancaman terhadap perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi
dengan orang yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
Ø Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkanansietas pasien teratasi atau berkurang.
Ø Kriteria
hasil :
1. Mengakui dan
mendiskusikan takut/ masalah.
2. Menunjukkan
rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat.
3. Menyatakan
pengetahuan yang akurat tentang situasi.
INTERVENSI
RASIONALISASI
· Evaluasi tingkat
pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.
· Akui rasa takut /
masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan.
· Memberikan
kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan
pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
· Terima
penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
· Catat komentar/
perilaku yang menunjukan menerima dan atau menggunakan strategi efektif
menerima situasi.
· Libatkan pasien/
orang terdekat dalam perencanaan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/
pengobatan.
· Berikan kenyamanan
fisik pasien
· Pasien dan
orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi
perubahan dan gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan
susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk
memilih intervensi yg tepat.
· Dukungan
memampukan pasien mulai membuka/ menerima kenyataan tumor dan pengobatannya.
Pasien mungkin perlu waktu untuk mengidentifikasi perasaan dan meskipun lebih
banyak waktu untuk mulai mengespresikannya.
· Membuat
kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interprestasi terhadap
informasi.
· Bila
penyangkalan ekstrem/ ansietas mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi
isu pasien perlu dijelaskan dan membuka cara penyelesaiannya.
· Takut/ ansietas
menurun, pasien mulai menerima secara posituf dengan kenyataan. Indikator
kesiapan pasien untuk menerima tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam
penyembuhan dan untuk mulai hidup lagi.
· Dapat membantu
memperbaiki beberapa perasaan konrol/ kemandirian pada poasien yang merasa tak
berdaya dalam menerima diagnosa dan pengobatan.
· Ini sulit untuk
menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik
menetap.ayo ke sini
2.Diagnosa 2 :
Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan
obstruksi bronkial sekunder karena invasi tumor.
Ø Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam jalan
napas pasien tidak ada hambatan.
Ø Kriteria
Hasil :
Menunjukan patensi jalan napas, dengan cairan sekret mudah
dikeluarkan, bunyi napas jelas, dan pernapasan tak bising.Melaporkan perasaan
dalam pengendalian situasi.
INTERVENSI
RASIONALISASI
Mandiri
· Aukultasi dada
untuk karakter bunyi napas dan adanya sekret.
· Bantu pasien
dengan/ intruksikan untuk napas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk
tinggi dan menekan daerah insisi.
· Observasi
jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret. Selidiki perubahan sesuai indikasi
· Penghisapan
bila batuk lemah atau ronki tidak bersih dengan upaya batuk. Hindari
penghisapan endotrakeal/ nasotrakeal yang dalam pada pasien pneumonektomi bila
mungkin.
· Dorong masukan
cairan peroral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.
· Kaji nyeri/
ketidaknyaman dan obati dengan dosis rutin dan lakukan latihan pernapasan.
Kolaborasi
· Berikan/ bantu
dengan IPPB, spiromentri insentif, meniup botol, drainase postural,/ perkusi
sesuai indikasi.
· Gunakan oksigen
humidefikasi/ nebuleser ultrasonik. Berikan cairan tambahan melalui IV sesuai
indikasi.
· Berikan
bronkodilator, ekspektoran, dan analgesik sesuai indikasi.
· Pernapasan
bising, ronki, dan mengi menunjukan tertahanya sekret atau obtruksi jalan
napas.
· Posisi duduk
memungkinkan ekspasi paru maksimal dan penekanan menguatkan upaya batuk untuk
memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan dilakukan perawat (meletakkan tangn
dianterior dan posterior dinding dada) dan oleh pasien (dengan bantal) sampai
kekuatan membaik.
· Peningkatan
jumlah sekret tak berwarna (atau bercak darah) atau berair awalnya normal dan
harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan. Adanya sputum yang tebal/ kental,
berdarah, atau purulen diduga terjadi sebagai masalah sekunder (mis.,
dehidrasi, edema paru, pendarahan lokal, atau infeksi) yang memerlukan
perbaikan/ pengobatan.
· Penghisapan
“rutin” meningkatkan risiko hipoksemia dan kerusakan mukosa. Penghisapan
trakeal dalam secara umum kontraindikasi pada pasien pneumonektomi untuk
menurunkan risiko ruptur jahitan bronkial. Bila penghisapan tidak dihindari,
harus dilakukan dengan hati-hati hanya untuk merangsang batuk efektif.
· Hidrasi adekuat
untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.
· Mendorong pasien
untuk bergerak, batuk lebih efektif, dan napas lebih dalam untuk mencegah
kegagalan pernapasan.
· Memperbaiki
ekspansi paru/ ventilasi dan memudahkan
pembuangan sekret. Cacatan : drainase postural dapat dikontraindikasikan pada
beberapa pasien dan pada setiap kejadian harus dilakukan untuk mencegah
gangguan penapasan dan ketidaknyamanan insisi.
· Memberikan
hidrasi maksimal membatu penghilangkan/ pengenceran sekret untuk meningkatkan
pengeluarkan. Gangguan masukan oral memerlukan tambahan melalui IV untuk
mempertahankan hidrasi.
· Menghilangkan
spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara. Ekspektoran meningkatkan
produksi mukosa untuk mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret, memudahkan
pembuangan. Penghilangan ketidaknyamanan dada, meningkatkan kerjasama pada
latihan pernapasan, dan meningkatkan keefektifan terapi pernapasan.
3.Diagnosa 3 :
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan
saraf oleh tumor paru.
Ø Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri hilang atau berkurang.
ü
Kriteria Hasil :
1. Melaporkan
nyeri hilang/ terkontrol
2. Tampak rileks
dan tidur/ istirahat dengan baik.
3. Berpartisipasi
dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
INTERVENSI
RASIONALISASI
Mandiri
· Tanyakan
pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri, mis., terus menerus, sakit,
menusuk, terbakar,. Buat rentang intensitas pada skala 1-10.
· Kaji
pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien.
· Catat
kemungkinan penyebab nyeri patofisiologi dan psikologi.
· Evaluasi
keefektifan pemberian obat. Dorong pemakaian obat dengan benar untuk mengontrol
nyeri; ganti obat atau waktu sesuai ketepatan.
· Dorong
menyatakan perasaan tentang nyeri.
· Berikan
tindakan kenyamanan, mis., sering ubah posisi,pijatan punggung. Dorong
penggunaan teknik relaksasi.
· Jadwalkan
periode istirahat, berikan lingkungan tenang.
· Bantu
aktivitas perawatan diri, pernapasan/ latihan tangan dan ambulasi
Kolaborasi
· Berikan
analgesik rutin sesuai indikasi, khususnya 45-60 menit sebelum tindakan napas
dalam/ latihan batuk. Bantu dengan PCA atau analgesik melalui kateter epidural.
· Membantu
dalam evaluasi gejala nyeri karena tumor, yang dapat melibatkan visera, saraf,
atau jaringan tulang. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji
tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefektifan analgesik,
meningkatkan kontrol nyeri.
· Ketidak
sesuaian antara petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk derajat
nyeri, kebutuhan/ keefektifan intervensi.
· Insisi
posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien daripada insisi anterolateral.
Adanya selang dada dapat meningkatkan lebih besar ketidaknyamanan. Selain itu
takut, distres, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa tumor dapat mengganggu
kemampuan mengatasinya.
· Persepsi
nyeri dan hilangnya nyeri adalah subjektif dan pengontrolan nyeri yang terbaik
merupakan keleluasaan pasien. Bila pasien tidak mampu memberikan masukan,
perawat harus mengobservasi tanda psikologis dan fisiologis nyeri dan
memberikan obat berdasarkan aturan.
· Takut/
masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri.
· Meningkatkan
relaksasi dan pengalihan perhatian. Menghilangkan ketidaknyamanan dan
meningkatkan efek terapeutik analgesik.
· Penurunan
kelemahan dan menghemat energi, meningkatkan kemampuan koping.
· Mencegah
kelemahan yang tak perlu dan regangan insisi. Mendorong dan membantu fisik
mungkin diperlukan untuk beberapa waktu sebelum pasien mampu atau cukup percaya
untuk melakukan aktivitas ini karena nyeri atau takut nyeri.
· Mempertahankan
kadar obat lebih konstan menghindari “puncak” periode nyeri, alat dalam penyembuhan
otot, dan memperbaiki fungsi pernafasan dan kenyamanan/ koping emosi.
4.Diagnosa 4 :
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi,
tindakan, prognasis
Ø Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien mengetahui tentang kondisinya dan aturan atau kebutuhan
pengobatan.
ü Kriteria Hasil
:
1. Menytakan
pemahaman seluk beluk diagnosa, program pengobatan.
2. Melakukan
dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan tersebut.
3. Berpartisipasi
dalam proses belajar.
4. Melakukan
perubahan pola hidup.
INTERVENSI
RASIONALISASI
· Diskusikan
diagnosa, rencana/ terapi saat ini dan hasil yang diharapkan.
· Kuatkan
penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan dengan memberikan diagram
yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/
panjang dari penyembuhan.
· Diskusikan
perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang
· Identifikasi
tanda/ gejala yang memerlukan evaluasi medis, mislnya perubahan penampilan
insisi. Terjadinya kesulitan pernafasan.
· Bantu pasien
menentukan toleransi aktivitas dan menyusun tujuan.
· Evaluasi
ketersediaan/ keadekuatan sistem pendukung dan perlunya bantuan dalam perawatan
diri/ manajemen di rumah.
· Anjurkan
periode istirahat dengan aktivitas dan tugas berat. Tekankan menghindari
mengangkat berat, latihan isometrik/ regangan
tubuh atas. Kuatkan pembatasan waktu dokumenter tentang mengangkat.
· Anjurkan
menghentikan aktivitas yang menyebabkan kelemahan/ meningkatkan napas pendek.
· Dorong
inspeksi insisi, kaji harapan penyembuhan dengan pasien.
· Anjurkan
pasien/ orang terdekat untuk melihat/ melaporkan insisi yang tidak sembuh atau
membuka, adanya drainase (berdarah/ purulen), area lokasi pembengkakan dengan
kemerahan, peningktan nyeri, panas saat disentuh.
· Anjurkan
menggunakan kaos katun lembut dan menghindari baju ketat, tutup/ beri bantalan
pada insisi sesuai indikasi terbuka terhadap udara bila mungkin.
· Mandi dengan
air hangat, mencuci insis dengan hati-hati. Hindari mandi di bak sampai dokter
mengizinkan.
· Sokong insisi
dengan plester steril sesuai kebutuhan bila jahitan/ staples diangkat.
· Anjurkan/
berikan rasional latihan tangan/ bahu. Biarkan pasien/ orang terdekat
menunjukkan latihan. Dorong mengikuti peningktan tahap jumlah/ intensitas
pengulangan rutin.
· Tekankan
pentingnya menghindari merokok, polusi udara, dan kontak dengan orang yang
menderita infeksi saluran napas atas.
· Kaji
kebutuhan nutrisi/ cairan. Anjurkan meningkatkan protein dan menggunakan
makanan ringan tinggi kalori yang tepat.
· Kaji sumber
komuniti individu yang tepat.mis., yayasan Kanker Indonesia. Asosiasi perawat
pengunjung, pelayanan masyarakat.
· Memberikan
informasi khusus individu, membantu untuk pengetahuan untuk belajar lanjut
tentang manajemen rumah. Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai informasi bedah
dan informasi penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat untuk membuat
keputusan berdasarkan informasi.
· Lamanya
rehabilitasi dan prognosis tergantung pada tipe pembedahan, kondisi praoperasi,
dan lamanya/ derajat komplikasi.
· Pengkajian
evaluasi status pernapasan dan kesehatan umum penting sekali untuk menyakinkan
penyembuhan optimal. Juga memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/
pernyataan pada waktu yang sedikit stres.
· Deteksi dini dan
intervensi tepat waktu dapat mencegah/ meminimalkan komplikasi.
· Kelemahan dan
kelelahan harus kecil sesuai dengan penyembuhan dan perbaikan fungsi paru
selama periode penyembuhan, khususnya bila tumor telah diangkat. Bila meluas,
secara emosional membatu pasien untuk mampu menyusun tujuan aktivitas yang
realistis untuk meningkatkan kemandirian optimal.
· Kelemahan umum
dan keterbatasan aktivitas dapat menurunkan kemampuan individu untuk memenuhi
kebutuhan sendiri.
· Kelemahan umum
dan kelemahan biasa pada periode dini penyembuhan tetapi harus menurun sesuai
perbaikan fungsi pernafasan dan kemajuan penyembuhan. Istirahat dan tidur
meningkatkan kemampuan koping, menurunkan gugup, dean meningkatkan penyembuhan.
· Terlalu lelah
meningkatkan kegagalan pernapasan.
· Penyembuhan
mulai dengan segera, tetapi selesainya memerlukan waktu. Sesuai dengan kemajuan
penyembuhan, garis insisi dapat kering, dengan lapisan kaku. Dibawah jaringan
tampak kemerahan dan terasa tegang, hangat dan menggelembung (perbaikan
hematoma).
· Tanda/ gejala
menunjukkan kegagalan sembuh, pengembangan komplikasi memerlukan evaluasi/
intervensi lanjut.
· Menurunkan
iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju. Membiarkan insisi terbuka
meningkatkan proses penyembuhan dan dapat menurunkan risiko infeksi.
· Mempertahankan
insisi bersih, meningkatkan sirkulasi/ penyembuhan.
· Alat untuk
mempertahankan tepi jahitan dan meningkatkan penyembuhan.
· Melingkarkan
lengan dan mengangkat lengan melintasi kepala/ keluar daerah yang sakit pada
hari pertama/ kedua pascaoperasi untuk memperbaiki rentang gerak bahu dan untuk
mencegah ankilosis pada bahu yang sakit.
· Melindungi dari
iritasi dan menurunkan risiko infeksi.
· Memenuhi
kebutuhan energi seluler dan mempertahankan volume sirkulasi baik untuk perfusi
jaringan, memudahkan regenerasi jaringan/ proses penyembuhan.
· Agen seperti ini
menawarkan pelayanan luas yang dapat diberikan dukungan dan memenuhi kebutuhan
individu.
D. Implementasi
Keperawatan
Implementasi di sesuaikan dengan intervensi yang telah
dibuat. Implememtasi merupakan tindakam dalam proses keperawatan.
· Diagnosa 1
: Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap
perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang
berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
1. Mengevaluasi
tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.
2. Mengakui rasa
takut / masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan.
3. Memberikan
kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur.Menyakinkan bahwa pasien dan
pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
4. Menerima
penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
5. Mencatat
komentar/ perilaku yang menunjukan menerima dan atau menggunakan strategi efektif
menerima situasi.
6. Melibatkan
pasien/ orang terdekat dalam perencanaan. Memberikan waktu untuk menyiapkan
peristiwa/ pengobatan.
7. Memberikan
kenyamanan fisik
Diagnosa 2 : Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan
dengan obstruksi bronkial sekunder karena invasi tumor.
1. Meaukultasi
dada untuk karakter bunyi napas dan adanya sekret.
2. Membantu pasien
dengan/ intruksikan untuk napas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk
tinggi dan menekan daerah insisi.
3. Mengobservasi
jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret. Selidiki perubahan sesuai
indikasi.
4. Penghisapan
bila batuk lemah atau ronki tidak bersih dengan upaya batuk. Hindari
penghisapan endotrakeal/ nasotrakeal yang dalam pada pasien pneumonektomi bila
mungkin.
5. Mendorong
masukan cairan peroral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.
6. Mengkaji
nyeri/ ketidaknyaman dan obati dengan dosis rutin dan lakukan latihan
pernapasan.
7. Memberikan/
bantu dengan IPPB, spiromentri insentif, meniup botol, drainase postural,/
perkusi sesuai indikasi.
8. Mengunakan
oksigen humidefikasi/ nebuleser ultrasonik. Berikan cairan tambahan melalui IV
sesuai indikasi.
9. Memberikan
bronkodilator, ekspektoran, dan analgesik sesuai indikasi.
· Diagnosa 3:
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan saraf oleh tumor paru.
1. Menanyakan
pasien tentang nyeri. Menentukan karakteristik nyeri, mis., terus menerus,
sakit, menusuk, terbakar. Membuat rentang intensitas pada skala 1-10.
2. Mengkaji
pernyataan verbal dan non verbal nyeri pasien.
3. Mencatat
kemungkinan penyebab nyeri patofisiologi dan psikologi.
4. Mengevaluasi
keefektifan pemberian obat. Dorong pemakaian obat dengan benar untuk mengontrol
nyeri; ganti obat atau waktu sesuai ketepatan.
5. Mendorong
menyatakan perasaan tentang nyeri.
6. Memberikan
tindakan kenyamanan, mis., sering ubah posisi,pijatan punggung. Mendorong
penggunaan teknik relaksasi.
7. Menjadwalkan
periode istirahat, berikan lingkungan tenang.
8. Membantu
aktivitas perawatan diri, pernapasan/ latihan tangan dan ambulasi
9. Memberikan
analgesik rutin sesuai indikasi, khususnya 45-60 menit sebelum tindakan napas
dalam/ latihan batuk. Membantu dengan PCA atau analgesik melalui kateter
epidural.
· Diagnosa 4:
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, dan aturan pengobatan berhubungan dengan
kurang terpajan pada informasi.
1. Mendiskusikan
diagnosa, rencana/ terapi saat ini dan hasil yang diharapkan.
2. Menguatkan
penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan dengan memberikan diagram
yang tepat. Masukkan informasi ini dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/
panjang dari penyembuhan.
3. Mendiskusikan
perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang
4.
Mengidentifikasi tanda/ gejala yang memerlukan evaluasi medis, mislnya
perubahan penampilan insisi. Terjadinya kesulitan pernafasan.
5. Membantu
pasien menentukan toleransi aktivitas dan menyusun tujuan.
6. Mengevaluasi
ketersediaan/ keadekuatan sistem pendukung dan perlunya bantuan dalam perawatan
diri/ manajemen di rumah.
7. Menganjurkan
periode istirahat dengan aktivitas dan tugas berat. Tekankan menghindari
mengangkat berat, latihan isometrik/ regangan
tubuh atas. Kuatkan pembatasan waktu dokumenter tentang mengangkat.
8. Menganjurkan
menghentikan aktivitas yang menyebabkan kelemahan/ meningkatkan napas pendek.
9. Mendorong
inspeksi insisi, kaji harapan penyembuhan dengan pasien.
10. Menganjurkan
pasien/ orang terdekat untuk melihat/ melaporkan insisi yang tidak sembuh atau
membuka, adanya drainase (berdarah/ purulen), area lokasi pembengkakan dengan
kemerahan, peningktan nyeri, panas saat disentuh.
11. Menganjurkan
menggunakan kaos katun lembut dan menghindari baju ketat, tutup/ beri bantalan
pada insisi sesuai indikasi terbuka terhadap udara bila mungkin.
12. Memandikan dengan
air hangat, mencuci insis dengan hati-hati. Mengindari mandi di bak sampai
dokter mengizinkan.
13. Mengoskong insisi
dengan plester steril sesuai kebutuhan bila jahitan/ staples diangkat.
14. Menganjurkan/
berikan rasional latihan tangan/ bahu. Biarkan pasien/ orang terdekat
menunjukkan latihan. Mengdorong mengikuti peningktan tahap jumlah/ intensitas
pengulangan rutin.
15. Menekankan
pentingnya menghindari merokok, polusi udara, dan kontak dengan orang yang
menderita infeksi saluran napas atas.
16. Mengkaji
kebutuhan nutrisi/ cairan. Menganjurkan meningkatkan protein dan menggunakan
makanan ringan tinggi kalori yang tepat.
17. Mengkaji sumber
komuniti individu yang tepat.mis., yayasan Kanker Indonesia. Asosiasi perawat
pengunjung, pelayanan masyarakat.
E. Evaluasi
Perawat menentukan apakah hasil yang diharapkan telah
terpenuhi atau tidak. Jika hasil yang diharapkan tidak terpenuhi, perawat
merevisi tindakan keperawatan berdasarkan kebutuhan dan pilihan klien. Untuk
evaluasi dari tindakan diatas yaitu :
Dx 1 : Ansietas
teratasi atau berkurang.
Dx 2 : Pola nafas
efektif.
Dx 3 : Nyeri
berkurang.
Dx 4 : Mengetahui
tentang kondisinya dan aturan pengobatan.
BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang
berasal dari saluran napas. Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/
sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi
pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Manifestasi klinik pada penderita tumor paru yaitu batuk
yang terus menerus dan berkepanjangan, napas pendek-pendek dan suara parau,
batuk berdarah dan berdahak, nyeri pada dada, ketika batuk dan menarik napas
yang dalam, hilang nafsu makan dan berat badan
B. SARAN
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun
bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca
pada umumnya.
C. DAFTAR PUSTAKA
Behrman E Richar. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. Edisi
15. Jakarta: EGC
Carpenito – Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Doenges E Mailyn,1999.
Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta, EGC
Mansjoer, A,.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III,
Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Klinis Proses- Proses
Penyakit . Jakarta :EGC
http:\\asuhan-keperawatan-tumor-paru-ca-paru.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar