Jumat, 01 Februari 2019

MAKALAH GAWAT DARURAT (GADAR)


KATA PENGANTAR

          Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat ,Inayah,Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Bantuan Hidup Dasar dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
          Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi  makalah ini. Sehingga kedepannya dapat lebih baik.
          Makalah  ini  kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang  kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.





                                                                                 

                                                                                                                    Penulis



















DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................................... i
Kata Pengantar...................................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Bantuan Hidup Dasar (BLS)............................................................................. 3
2.2 Langkah-langkah BLS..................................................................................................... 3
2.3 Perbedaan Langkah BLS................................................................................................. 7
2.4 Penggunaan Sistem ABC Saat ini................................................................................... 8
2.5 Apa itu EMERGENCY MEDICAL SERVICE................................................................. 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................... 14
3.2 Saran................................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA











BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Henti-jantung-mendadak (Sudden Cardiac Arrest/SCA) adalah penyebab kematian tertinggi hampir diseluruh dunia. Banyak korban henti-jantung berhasil selamat jika orang disekitarnya bertindak cepat saat jantung bergetar atau ventrikel fibrilasi (VF) masih ada, tetapi resusitasi kebanyakan gagal apabila ritme jantung telah berubah menjadi tidak bergerak/asystole.
Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas, membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat bantu (Alkatiri, 2007).
 Tujuan bnatuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009).
 Tindakan bantuan hidup dasar sangat penting pada pasien trauma terutama pada pasien dengan henti jantung yang tiga perempat kasusnya terjadi di luar rumah sakit (Alkatiri, 2007).
Cedera merupakan salah satu penyebab kematian. Pada tahun 1990 3,2 juta kematian dan 312 juta orang mengalami cedera di seluruh dunia. Pada tahun 2000 kematian akan mencapai 3,8 juta dan pada tahun 2020 diperkirakan cedera/trauma ak
an menyebabkan penyebab kematian ketiga atau kedua untuk semua kelompok umur (IKABI, 2004).

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan BLS?
2.      Bagaimana langkah-langkah BLS?
3.      Apa perbedaaan langkah-langkah BLS sistem ABC dengan CAB?
4.      Bagaimana penggunaan sistem ABC saat ini?
5.      Apa yang dimaksud dengan Emergency Medical Service?

1.3  Tujuan
1.      Tujuan Khusus
Agar mahasiswa memahami tentang BLS serta langkah-langkahnya.
2.      Tujuan Umum
a.       Agar mahasiswa memahami tentang pengertian BLS.
b.      Agar mahasiswa memahami tentang langkah-langkah BLS.
c.       Agar mahasiswa memahami tentang perbedaaan langkah-langkah BLS sistem ABC dengan CAB.
d.      Agar mahasiswa memahami tentang penggunaan sistem ABC saat ini.
e.       Agar mahasiswa memahami tentang Emergency Medical Service
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara memberikan pertolongan agar bisa mempertahankan kehidupan korban saat korban mengalami keadaan yang mengancam nyawa, dengan Bantuan Hidup Dasar.















  
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk menghentikan proses yang menuju kematian.
Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat dengan teknik ABC yaituairway atau membebaskan jalan nafas, breathing atau memberikan nafas buatan, dan circulation atau pijat jantung pada posisi shock.Namun pada tahun 2010 tindakan BLS diubah menjadi CAB (circulation, breathing, airway). Tujuan utama dari BLS adalah untuk melindungi otak dari kerusakan  yang irreversibel akibat hipoksia, karena peredaran darah akan berhenti selama 3-4 menit.

2.2    Langkah-langkah BLS (Sistem CAB)
1.         Memeriksa keadaan pasien, respon pasien, termasuk mengkaji ada / tidak adanya nafas secara visual tanpa teknik Look Listen and Feel.
2.         Melakukan panggilan darurat.
3.         Circulation :
·         Meraba dan menetukan denyut nadi karotis.Jika ada denyut nadi maka dilanjutkan dengan memberikan bantuan pernafasan, tetapi jika tidak ditemukan denyut nadi, maka dilanjutkan dengan melakukan kompresi dada.
·         Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk memeriksa denyut nadi korban.
·         Pemeriksaan denyut nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik.
·         Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum). Penentuan lokasi ini dapat dilakukan dengan cara tumit dari tangan yang pertama diletakkan di atas sternum, kemudian tangan yang satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada di tengah sternum. Jari-jari tangan dirapatkan dan diangkat pada waktu penolong melakukan tiupan nafas agar tidak menekan dada.
·         Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di tempat tidur

Gambar 2 Chest compression
·         Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi, sekitar 18 detik)
·         Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit.Kedalaman kompresi untuk dewasa minimal 2 inchi (5 cm), sedangkan untuk bayi minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm).
      
4.             Airway. Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui head tilt– chin lift.Caranya dengan meletakkan satu tangan pada dahi korban, lalu mendorong dahi korban ke belakang agar kepala menengadah dan mulut sedikit terbuka (Head Tilt) Pertolongan ini dapat ditambah dengan mengangkat dagu (Chin Lift). Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust yaitu dengan mengangkat dagu sehingga deretan gigi Rahang Bawah berada lebih ke depan daripada deretan gigi Rahang Atas.
Gambar 3 Head Tilt & Chin Lift

Gambar 4 Jaw Thrust

5.            Breathing. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali.Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik diantara ventilasi.Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk adekuat. Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai berikut :
·         Pastikan hidung korban terpencet rapat
·         Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam)
·         Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin
·         Berikan satu ventilasi tiap satu detik
·         Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satu detik.
Gambar 5 Pernafasan mulut ke mulut
·         Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui mulut korban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung korban.
·         Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan bag mask dewasa dengan volume 1-2 L agar dapat memeberikan ventilasi yang memenuhi volume tidal sekitar 600 ml.
·         Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan dengan frekuensi 6 – 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan kompresi dada dapat dilakukan tanpa interupsi.
·         Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit.
·         Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah terdapat advance airway kompresi dilakukan terus menerus dengan kecepatan 100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8 detik/kali.
6.      RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.
7.      Alat defibrilasi otomatis. Penggunaanya sebaiknya segera dilakukan setelah alat tersedia/datang ke tempat kejadian. Pergunakan program/panduan yang telah ada, kenali apakah ritme tersebut dapat diterapi kejut atau tidak, jika iya lakukan terapi kejut sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat diterapi kejut lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support ) datang, atau korban mulai bergerak.
       2.3    Perbedaaan Langkah-Langkah BLS Sistem ABC dengan CAB
No
ABC
CAB
1
Memeriksa respon pasien
Memeriksa respon pasien termasuk ada/tidaknya nafas secara visual.
2
Melakukan panggilan darurat dan mengambil AED
Melakukan panggilan darurat
3
Airway (Head Tilt, Chin Lift)
Circulation (Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus 30 kompresi, sekitar 18 detik)
4
Breathing (Look, Listen, Feel, dilanjutkan memberi 2x ventilasi dalam-dalam)
Airway (Head Tilt, Chin Lift)
5
Circulation (Kompresi jantung + nafas buatan (30 : 2))
Breathing ( memberikan ventilasi sebanyak 2 kali, Kompresi jantung + nafas buatan (30 : 2))
6
Defribilasi

Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adalah :
·         Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa.Angka keberhasilan kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular Tachycardia (VT).Pada pasien tersebut elemen RJP yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera (early defibrillation).
·         Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses  pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik).
·         Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang sekitarnya.Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit bagi orang awam.Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke mulut setidaknya  dapat melakukan kompresi dada.

       2.4    Penggunaan Sistem ABC Saat ini
1.      Pada  korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya melakukan RJP konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem respon darurat.
2.      Pada bayi baru lahir, penyebab arrest kebanyakan adalah pada sistem pernafasan maka RJP sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui.

       2.5    Emergency Medical Service
Upaya Pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang sebagai satu system  yang terpadu dan tidak terpecah-pecah. Sistem mengandung pengertian adanya komponen-komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, mempunyai sasaran (output) serta dampak yang diinginkan (outcome). Sistem yang bagus juga harus dapat diukur dengan melalui proses evaluasi atau umpan balik yang berkelanjutan. Alasan kenapa upaya pertolongan penderita harus dipandang sebagai satu system dapat diperjelas dengan skema di bawah ini :



Injury & dissaster

Pre Hospital Stage
Hospital Stage
Rehabilitation
·     First Responder
    AmbulanceService 24jam
·     Emergency Room
·     Operating Room
·     Intensif Care Unit
·      Ward Care
· Fisical
· Psycological
· Social






Berdasarkan skema di atas, kualitas hidup penderita pasca cedera akan sangat bergantung pada apa yang telah dia dapatkan pada periode Pre Hospital Stage bukan hanya tergantung pada bantuan di fasilitas pelayanan kesehatan saja. Jika di tempat pertama kali kejadian penderita mendapatkan bantuan yang optimal sesuai kebutuhannya maka resiko kematian dan kecacatan dapat dihindari. Bisa diilustrasikan dengan penderita yang terus mengalami perdarahan dan tidak dihentikan selama periode Pre Hospital Stage, maka akan sampai ke rumah sakit dalam kondisi gagal ginjal.
Begitu cedera terjadi maka berlakulah apa yang disebut waktu emas (The Golden periode). Satu jam pertama juga sangat menentukan sehingga dikenal  istilah The Golden Hour. Setiap detik sangat berharga bagi kelangsungan hidup penderita. Semakin panjang waktu terbuang tanpa bantuan pertolongan yang memadai, semakin kecil harapan hidup korban. Terdapat 3 faktor utama di Pre Hospital Stage yang berperan terhadap kualitas hidup penderita nantinya yaitu :
·         Siapa penolong pertamanya
·         Berapa lama ditemukannya penderita,
·         Kecepatan meminta bantuan pertolongan
Penolong pertama seharusnya orang awam yang terlatih dengan dukungan pelayanan ambulan gawat darurat 24 jam. Ironisnya penolong pertama di wilayah Indonesia sampai saat tulisan ini dibuat adalah orang awam yang tidak terlatih dan minim pengetahuan tentang kemampuan pertolongan bagi penderita gawat darurat..Kecepatan penderita ditemukan sulit kita prediksi tergantung banyak faktor seperti geografi, teknologi, jangkauan sarana tranport dan sebagainya.Akan tetapi kualitas bantuan yang datang dan penolong pertama di tempat kejadian dapat kita modifikasi.
Pada fase rumah sakit, Unit Gawat Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan masuknya penderita gawat darurat.Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara keseluruhan dalam hal kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat rujukan penderita dari pra rumah tercermin dari kemampuan unit ini. Standarisasi Unit Gawat Darurat  saat ini menjadi salah satu komponen penilaian penting dalam perijinan dan akreditasi suatu rumah sakit. Penderita dari ruang UGD dapat dirujuk ke unit perawatan intensif, ruang bedah sentral, ataupun bangsal perawatan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke rumah sakit lain.
Uraian singkat di atas kiranya cukup memberikan gambaran bahwa keberhasilan pertolongan bagi penderita dengan criteria gawat darurat yaitu penderita yang terancam nyawa dan kecacatan, akan dipengaruhi banyak factor sesuai fase dan tempat kejadian cederanya. Pertolongan harus dilakukan secara harian 24 jam (daily routine) yang terpadu dan terkordinasi dengan baik dalam satu system yang dikenal dengan Sistem Pelayanan gawat Darurat Terpadu (SPGDT).Jika bencana massal terjadi dengan korban banyak, maka pelayanan gawat darurat harian otomatis ditingkatkan fungsinya menjadi pelayanan gawat darurat dalam bencana (SPGDB).Tak bisa ditawar-tawar lagi, pemerintah harus mulai memikirkan terwujudnya penerapan system pelayanan gawat darurat terpadu.
Komponen penting yang harus disiapkan diantaranya :
1.      Sistem komunikasi
Kejelasan kemana berita adanya kejadian gawat darurat disampaikan, akan memperpendek masa pra rumah sakit yang dialami penderita. Pertolongan yang datang dengan segera akan meminimalkan resiko-resiko penyulit lanjutan seperti syok hipovolemia akibat kehilangan darah yang berkelanjutan, hipotermia akibat terpapar lingkungan dingin dan sebagainya. Siapapun yang menemukan penderita pertama kali di lokasi harus tahu persis kemana informasi diteruskan. Problemnya adalah bagaimana masyarakat dapat dengan mudah meminta tolong, bagaimana cara membimbing dan mobilisasi sarana tranportasi (Ambulan), bagaimana kordinasi untuk mengatur rujukan, dan bagaimana komunikasi selama bencana berlangsung.
2.      Pendidikan 
Penolong pertama seringkali orang awam yang tidak memiliki kemampuan menolong yang memadai sehingga dapat dipahami jika penderita dapat langsung meninggal ditempat kejadian atau mungkin selamat sampai ke fasilitas kesehatan dengan mengalami kecacatan karena cara tranport yang salah. Penderita dengan kegagalan pernapasan dan jantung kurang dari 4-6 menit dapat diselamatkan dari kerusakan otak yang ireversibel.Syok karena kehilangan darah dapat dicegah jika sumber perdarahan diatasi, dan kelumpuhan dapat dihindari jika upaya evakuasi & tranportasi cedera spinal dilakukan dengan benar. Karena itu orang awam yang menjadi penolong pertama harus menguasai lima kemampuan dasar yaitu :
·         Menguasai cara meminta bantuan pertolongan
·         Menguasai teknik bantuan hidup dasar (resusitasi jantung paru)
·         Menguasai teknik mengontrol perdarahan
·         Menguasai teknik memasang balut-bidai
·         Menguasai teknik evakuasi dan tranportasi
Golongan orang awam lain yang sering berada di tempat umum karena bertugas sebagai pelayan masyarakat  seperti polisi, petugas kebakaran, tim SAR atau guru harus memiliki kemampuan tambahan lain yaitu menguasai kemampuan menanggulangi keadaan gawat darurat dalam kondisi :
·         Penyakit anak
·         Penyakit dalam
·         Penyakit saraf
·         Penyakit Jiwa
·         Penyakit Mata dan telinga
·         Dan lainya sesuai kebutuhan sistem
Penyebarluasan kemampuan sebagai penolong pertama dapat diberikan kepada masyarakat yang awam dalam bidang pertolongan medis baik secara formal maupun informal secara berkala dan berkelanjutan. Pelatihan formal di intansi-intansi harus diselenggarakan dengan menggunakan kurikulum yang sama, bentuk sertifikasi yang sama dan lencana tanda lulus yang sama. Sehingga penolong akan memiliki kemampuan yang sama dan memudahkan dalam memberikan bantuan dalam keadaan sehari-hari ataupun bencana masal.
3.      Tranportasi
Alat tranportasi yang dimaksud adalah kendaraannya, alat-alatnya dan personalnya.Tranportasi penderita dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara.Alat tranportasi penderita ke rumah sakit saat ini masih dilakukan dengan kendaraan yang bermacam-macam kendaraan tanpa kordinasi yang baik.Hanya sebagian kecil yang dilakukan dengan ambulan, itupun dengan ambulan biasa yang tidak memenuhi standar gawat darurat.Jenis-jenis ambulan untuk suatu wilayah dapat disesuaikan dengan kondisi lokal untuk pelayanan harian dan bencana.
4.      Pendanaan
Sumber pendanaan cukup memungkinkan karena system asuransi yang kini berlaku di Indonesia.Pegawai negeri punya ASKES, pegawai swasta memiliki jamsostek, masyarakat miskin mempunyai ASKESKIN. Orang berada memiliki asuransi jiwa


5.      Quality Control
Penilaian, perbaikan dan peningkatan system harus dilakukan secara periodic untuk menjamin kualitas pelayanan sesuai tujuan.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk menghentikan proses yang menuju kematian. Langkah BLS yaitu Memeriksa respon pasien termasuk ada/tidaknya nafas secara visual, Melakukan panggilan darurat, Circulation (Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus 30 kompresi, sekitar 18 detik), Airway (Head Tilt, Chin Lift), Breathing ( memberikan ventilasi sebanyak 2 kali, Kompresi jantung + nafas buatan (30 : 2)), Defribilasi. Skema dari EMC yaitu Injury, Pre Hospital stage, Hospital Satge, dan Rehabilitation.

3.2 Saran
          Kami menyarankan agar siapapun yang membaca ini apabila mengetahui adanya korban yang memerlukan  Bantuan Hidup Dasar untuk segera ditolong dengan cepat agar  nyawanya bisa tertolong dengan cepat. Untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan. 

















DAFTAR PUSTAKA

ads-java.blogspot.com/2012/01/bantuan hidup dasar.siti rohmah
http//rido248.wordpress.com/2008/08/27all-about-first-aid-part-ii/
Muhammad Ashar. Maret 2011. Planning cardiac emergency medical service with Mobile application in aceh rural. http://www.acehpublication.com/adic2011/ADIC2011-039.pdf
Tirti Lasprita. 3 September 2012. Bantuan Hidup Dasar (BLS). http://www.scribd.com/doc/84871056/Bantuan-Hidup-Dasar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Naska Role Play dan Makalah Komunikasi Terapiutik Di UGD

  BABI PENDAHULUAN 1.1    Latar Belakang Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk memberikan informasi yang akurat dan ...