KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat ,Inayah,Taufik dan
Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Bantuan Hidup
Dasar dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,petunjuk maupun pedoman
bagi pembaca. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini. Sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Judul....................................................................................................................... i
Kata Pengantar...................................................................................................................... ii
Daftar
Isi................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan
Masalah............................................................................................................ 1
1.3 Tujuan
Penulisan.............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Bantuan Hidup Dasar (BLS)............................................................................. 3
2.2 Langkah-langkah
BLS..................................................................................................... 3
2.3 Perbedaan Langkah
BLS................................................................................................. 7
2.4 Penggunaan Sistem
ABC Saat ini................................................................................... 8
2.5 Apa itu EMERGENCY MEDICAL
SERVICE................................................................. 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................... 14
3.2 Saran................................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Henti-jantung-mendadak (Sudden Cardiac
Arrest/SCA) adalah penyebab kematian tertinggi hampir diseluruh dunia. Banyak
korban henti-jantung berhasil selamat jika orang disekitarnya bertindak cepat
saat jantung bergetar atau ventrikel fibrilasi (VF) masih ada, tetapi
resusitasi kebanyakan gagal apabila ritme jantung telah berubah menjadi tidak
bergerak/asystole.
Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat
untuk membebaskan jalan napas, membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi
darah tanpa menggunakan alat bantu (Alkatiri, 2007).
Tujuan bnatuan hidup dasar ialah untuk
oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung
melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat
menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009).
Tindakan bantuan hidup dasar sangat penting
pada pasien trauma terutama pada pasien dengan henti jantung yang tiga perempat
kasusnya terjadi di luar rumah sakit (Alkatiri, 2007).
Cedera merupakan salah satu penyebab kematian.
Pada tahun 1990 3,2 juta kematian dan 312 juta orang mengalami cedera di
seluruh dunia. Pada tahun 2000 kematian akan mencapai 3,8 juta dan pada tahun
2020 diperkirakan cedera/trauma ak
an
menyebabkan penyebab kematian ketiga atau kedua untuk semua kelompok umur
(IKABI, 2004).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan BLS?
2. Bagaimana langkah-langkah BLS?
3. Apa perbedaaan langkah-langkah BLS sistem ABC dengan CAB?
4. Bagaimana penggunaan sistem ABC saat ini?
5. Apa yang dimaksud dengan Emergency Medical Service?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa memahami tentang BLS serta langkah-langkahnya.
2. Tujuan Umum
a. Agar mahasiswa memahami tentang pengertian BLS.
b. Agar mahasiswa memahami tentang langkah-langkah BLS.
c. Agar mahasiswa memahami tentang perbedaaan
langkah-langkah BLS sistem ABC dengan CAB.
d. Agar mahasiswa memahami tentang penggunaan sistem ABC saat ini.
e. Agar mahasiswa memahami tentang Emergency
Medical Service
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
cara memberikan pertolongan agar bisa mempertahankan kehidupan korban saat
korban mengalami keadaan yang mengancam nyawa, dengan Bantuan Hidup Dasar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support,
disingkat BLS) adalah suatu tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera
mungkin dan bertujuan untuk menghentikan proses yang menuju kematian.
Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS
ini dapat disingkat dengan teknik ABC yaituairway atau membebaskan
jalan nafas, breathing atau memberikan nafas buatan, dan circulation atau
pijat jantung pada posisi shock.Namun pada tahun 2010 tindakan BLS diubah
menjadi CAB (circulation, breathing, airway). Tujuan utama dari BLS
adalah untuk melindungi otak dari kerusakan yang irreversibel akibat
hipoksia, karena peredaran darah akan berhenti selama 3-4 menit.
2.2 Langkah-langkah BLS (Sistem CAB)
1. Memeriksa keadaan pasien, respon pasien, termasuk mengkaji ada / tidak adanya nafas secara
visual tanpa teknik Look Listen and Feel.
2. Melakukan panggilan darurat.
3. Circulation :
· Meraba dan menetukan denyut nadi karotis.Jika
ada denyut nadi maka dilanjutkan dengan memberikan bantuan pernafasan, tetapi
jika tidak ditemukan denyut nadi, maka dilanjutkan dengan melakukan kompresi
dada.
· Untuk penolong non petugas kesehatan tidak
dianjurkan untuk memeriksa denyut nadi korban.
· Pemeriksaan denyut nadi ini tidak boleh lebih
dari 10 detik.
· Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban
(setengah bawah sternum). Penentuan lokasi ini dapat dilakukan dengan cara
tumit dari tangan yang pertama diletakkan di atas sternum, kemudian tangan yang
satunya diletakkan di atas tangan yang sudah berada di tengah sternum.
Jari-jari tangan dirapatkan dan diangkat pada waktu penolong melakukan tiupan
nafas agar tidak menekan dada.
· Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah,
atau berdiri disamping korban jika korban berada di tempat tidur
Gambar 2 Chest compression
· Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30
kompresi, sekitar 18 detik)
· Kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar
100 kompresi/menit.Kedalaman kompresi untuk dewasa minimal 2 inchi (5 cm),
sedangkan untuk bayi minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada
atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm).
4. Airway. Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang
maka bebaskan jalan nafas melalui head tilt– chin lift.Caranya dengan
meletakkan satu tangan pada dahi korban, lalu mendorong dahi korban ke belakang
agar kepala menengadah dan mulut sedikit terbuka (Head Tilt) Pertolongan
ini dapat ditambah dengan mengangkat dagu (Chin Lift). Namun jika korban
dicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw
thrust yaitu dengan mengangkat dagu sehingga deretan gigi Rahang Bawah
berada lebih ke depan daripada deretan gigi Rahang Atas.
Gambar 3 Head Tilt & Chin Lift
Gambar 4 Jaw
Thrust
5. Breathing. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali.Pemberian ventilasi dengan
jarak 1 detik diantara ventilasi.Perhatikan kenaikan dada korban untuk
memastikan volume tidal yang masuk adekuat. Untuk pemberian mulut ke mulut
langkahnya sebagai berikut :
· Pastikan hidung korban terpencet rapat
· Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu
dalam)
· Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin
· Berikan satu ventilasi tiap satu detik
· Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan
nafas kedua selama satu detik.
Gambar 5 Pernafasan mulut ke mulut
· Jika tidak memungkinkan untuk memberikan
pernafasan melalui mulut korban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung
korban.
· Untuk pemberian melalui bag mask pastikan
menggunakan bag mask dewasa dengan volume 1-2 L agar dapat memeberikan
ventilasi yang memenuhi volume tidal sekitar 600 ml.
· Setelah terpasang advance airway maka ventilasi
dilakukan dengan frekuensi 6 – 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit
dan kompresi dada dapat dilakukan tanpa interupsi.
· Jika pasien mempunyai denyut nadi namun
membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6
detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali
setiap 2 menit.
· Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan
ventilasi adalah 30 : 2, setelah terdapat advance airway kompresi dilakukan
terus menerus dengan kecepatan 100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8
detik/kali.
6. RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang,
pasien bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas
kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan
alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.
7. Alat defibrilasi otomatis. Penggunaanya sebaiknya segera dilakukan
setelah alat tersedia/datang ke tempat kejadian. Pergunakan program/panduan
yang telah ada, kenali apakah ritme tersebut dapat diterapi kejut atau tidak,
jika iya lakukan terapi kejut sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit
dan periksa ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat diterapi kejut
lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah
tersebut hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support ) datang, atau
korban mulai bergerak.
2.3 Perbedaaan Langkah-Langkah BLS Sistem ABC dengan
CAB
No
|
ABC
|
CAB
|
1
|
Memeriksa respon
pasien
|
Memeriksa respon
pasien termasuk ada/tidaknya nafas secara visual.
|
2
|
Melakukan panggilan
darurat dan mengambil AED
|
Melakukan panggilan
darurat
|
3
|
Airway (Head Tilt,
Chin Lift)
|
Circulation (Kompresi
dada dilakukan sebanyak satu siklus 30 kompresi, sekitar 18 detik)
|
4
|
Breathing (Look,
Listen, Feel, dilanjutkan memberi 2x ventilasi dalam-dalam)
|
Airway (Head Tilt,
Chin Lift)
|
5
|
Circulation (Kompresi
jantung + nafas buatan (30 : 2))
|
Breathing ( memberikan
ventilasi sebanyak 2 kali, Kompresi jantung + nafas buatan (30 : 2))
|
6
|
Defribilasi
|
Alasan untuk perubahan
sistem ABC menjadi CAB adalah :
· Henti jantung terjadi sebagian besar pada
dewasa.Angka keberhasilan kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur
yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF)
atau pulseless Ventrivular Tachycardia (VT).Pada pasien tersebut elemen RJP
yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi
otomatis segera (early defibrillation).
· Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada
seringkali tertunda karena proses pembukaan jalan nafas (airway)
untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat
pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi C-A-B maka kompresi dada
akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus
kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik).
· Kurang dari 50% orang yang mengalami henti
jantung mendapatkan RJP dari orang sekitarnya.Ada banyak kemungkinan penyebab
hal ini namun salah satu yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C,
pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut dalam Airway adalah
prosedur yang kebanyakan ditemukan paling sulit bagi orang awam.Memulai dengan
kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak
korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi
mulut ke mulut setidaknya dapat melakukan kompresi dada.
2.4 Penggunaan Sistem ABC Saat ini
1. Pada korban tenggelam atau henti
nafas maka petugas sebaiknya melakukan RJP konvensional (A-B-C) sebanyak 5
siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem respon darurat.
2. Pada bayi baru lahir, penyebab arrest kebanyakan
adalah pada sistem pernafasan maka RJP sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C
kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui.
2.5 Emergency Medical Service
Upaya Pertolongan terhadap penderita
gawat darurat harus dipandang sebagai satu system yang terpadu dan
tidak terpecah-pecah. Sistem mengandung pengertian adanya komponen-komponen yang
saling berhubungan dan saling mempengaruhi, mempunyai sasaran (output) serta
dampak yang diinginkan (outcome). Sistem yang bagus juga harus dapat diukur
dengan melalui proses evaluasi atau umpan balik yang berkelanjutan. Alasan
kenapa upaya pertolongan penderita harus dipandang sebagai satu system dapat
diperjelas dengan skema di bawah ini :
Injury & dissaster
|
Pre Hospital Stage
|
Hospital Stage
|
Rehabilitation
|
· First Responder
AmbulanceService 24jam
|
· Emergency Room
· Operating Room
· Intensif Care Unit
· Ward Care
|
· Fisical
· Psycological
· Social
|
Berdasarkan skema di atas, kualitas hidup
penderita pasca cedera akan sangat bergantung pada apa yang telah dia dapatkan
pada periode Pre Hospital Stage bukan hanya tergantung pada bantuan di
fasilitas pelayanan kesehatan saja. Jika di tempat pertama kali kejadian
penderita mendapatkan bantuan yang optimal sesuai kebutuhannya maka resiko
kematian dan kecacatan dapat dihindari. Bisa diilustrasikan dengan penderita
yang terus mengalami perdarahan dan tidak dihentikan selama periode Pre
Hospital Stage, maka akan sampai ke rumah sakit dalam kondisi gagal ginjal.
Begitu cedera terjadi maka berlakulah apa yang
disebut waktu emas (The Golden periode). Satu jam pertama
juga sangat menentukan sehingga dikenal istilah The
Golden Hour. Setiap detik sangat berharga bagi kelangsungan hidup
penderita. Semakin panjang waktu terbuang tanpa bantuan pertolongan yang
memadai, semakin kecil harapan hidup korban. Terdapat 3 faktor utama di Pre
Hospital Stage yang berperan terhadap kualitas hidup penderita nantinya yaitu :
· Siapa penolong pertamanya
· Berapa lama ditemukannya penderita,
· Kecepatan meminta bantuan pertolongan
Penolong pertama seharusnya orang awam yang
terlatih dengan dukungan pelayanan ambulan gawat darurat 24 jam. Ironisnya
penolong pertama di wilayah Indonesia sampai saat tulisan ini dibuat
adalah orang awam yang tidak terlatih dan minim pengetahuan tentang
kemampuan pertolongan bagi penderita gawat darurat..Kecepatan penderita
ditemukan sulit kita prediksi tergantung banyak faktor seperti geografi,
teknologi, jangkauan sarana tranport dan sebagainya.Akan tetapi kualitas
bantuan yang datang dan penolong pertama di tempat kejadian dapat kita
modifikasi.
Pada fase rumah sakit, Unit Gawat
Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan masuknya penderita gawat
darurat.Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara keseluruhan dalam hal
kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat rujukan penderita dari pra
rumah tercermin dari kemampuan unit ini. Standarisasi Unit Gawat
Darurat saat ini menjadi salah satu komponen penilaian penting dalam
perijinan dan akreditasi suatu rumah sakit. Penderita dari ruang UGD dapat
dirujuk ke unit perawatan intensif, ruang bedah sentral, ataupun bangsal
perawatan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke rumah sakit lain.
Uraian singkat di atas kiranya cukup
memberikan gambaran bahwa keberhasilan pertolongan bagi penderita dengan
criteria gawat darurat yaitu penderita yang terancam nyawa dan kecacatan, akan
dipengaruhi banyak factor sesuai fase dan tempat kejadian cederanya.
Pertolongan harus dilakukan secara harian 24 jam (daily routine)
yang terpadu dan terkordinasi dengan baik dalam satu system yang dikenal dengan
Sistem Pelayanan gawat Darurat Terpadu (SPGDT).Jika bencana massal terjadi
dengan korban banyak, maka pelayanan gawat darurat harian otomatis ditingkatkan
fungsinya menjadi pelayanan gawat darurat dalam bencana (SPGDB).Tak bisa
ditawar-tawar lagi, pemerintah harus mulai memikirkan terwujudnya penerapan
system pelayanan gawat darurat terpadu.
Komponen penting yang harus disiapkan
diantaranya :
1. Sistem komunikasi
Kejelasan kemana berita adanya kejadian gawat
darurat disampaikan, akan memperpendek masa pra rumah sakit yang dialami
penderita. Pertolongan yang datang dengan segera akan meminimalkan resiko-resiko
penyulit lanjutan seperti syok hipovolemia akibat kehilangan darah yang
berkelanjutan, hipotermia akibat terpapar lingkungan dingin dan sebagainya.
Siapapun yang menemukan penderita pertama kali di lokasi harus tahu persis
kemana informasi diteruskan. Problemnya adalah bagaimana masyarakat dapat
dengan mudah meminta tolong, bagaimana cara membimbing dan mobilisasi sarana
tranportasi (Ambulan), bagaimana kordinasi untuk mengatur rujukan, dan
bagaimana komunikasi selama bencana berlangsung.
2. Pendidikan
Penolong pertama seringkali orang awam yang
tidak memiliki kemampuan menolong yang memadai sehingga dapat dipahami jika
penderita dapat langsung meninggal ditempat kejadian atau mungkin selamat
sampai ke fasilitas kesehatan dengan mengalami kecacatan karena cara tranport
yang salah. Penderita dengan kegagalan pernapasan dan jantung kurang dari 4-6
menit dapat diselamatkan dari kerusakan otak yang ireversibel.Syok karena
kehilangan darah dapat dicegah jika sumber perdarahan diatasi, dan kelumpuhan
dapat dihindari jika upaya evakuasi & tranportasi cedera spinal dilakukan
dengan benar. Karena itu orang awam yang menjadi penolong pertama harus
menguasai lima kemampuan dasar yaitu :
· Menguasai cara meminta bantuan pertolongan
· Menguasai teknik bantuan hidup dasar (resusitasi
jantung paru)
· Menguasai teknik mengontrol perdarahan
· Menguasai teknik memasang balut-bidai
· Menguasai teknik evakuasi dan tranportasi
Golongan orang awam lain yang sering berada di
tempat umum karena bertugas sebagai pelayan masyarakat seperti
polisi, petugas kebakaran, tim SAR atau guru harus memiliki kemampuan tambahan
lain yaitu menguasai kemampuan menanggulangi keadaan gawat darurat dalam
kondisi :
· Penyakit anak
· Penyakit dalam
· Penyakit saraf
· Penyakit Jiwa
· Penyakit Mata dan telinga
· Dan lainya sesuai kebutuhan sistem
Penyebarluasan kemampuan sebagai penolong
pertama dapat diberikan kepada masyarakat yang awam dalam bidang pertolongan medis
baik secara formal maupun informal secara berkala dan berkelanjutan. Pelatihan
formal di intansi-intansi harus diselenggarakan dengan menggunakan kurikulum
yang sama, bentuk sertifikasi yang sama dan lencana tanda lulus yang sama.
Sehingga penolong akan memiliki kemampuan yang sama dan memudahkan dalam
memberikan bantuan dalam keadaan sehari-hari ataupun bencana masal.
3. Tranportasi
Alat tranportasi yang dimaksud adalah
kendaraannya, alat-alatnya dan personalnya.Tranportasi penderita dapat dilakukan
melalui darat, laut dan udara.Alat tranportasi penderita ke rumah sakit saat
ini masih dilakukan dengan kendaraan yang bermacam-macam kendaraan tanpa
kordinasi yang baik.Hanya sebagian kecil yang dilakukan dengan ambulan, itupun
dengan ambulan biasa yang tidak memenuhi standar gawat darurat.Jenis-jenis
ambulan untuk suatu wilayah dapat disesuaikan dengan kondisi lokal untuk
pelayanan harian dan bencana.
4. Pendanaan
Sumber pendanaan cukup memungkinkan karena
system asuransi yang kini berlaku di Indonesia.Pegawai negeri punya ASKES,
pegawai swasta memiliki jamsostek, masyarakat miskin mempunyai ASKESKIN. Orang
berada memiliki asuransi jiwa
5. Quality Control
Penilaian, perbaikan dan peningkatan system
harus dilakukan secara periodic untuk menjamin kualitas pelayanan sesuai
tujuan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support,
disingkat BLS) adalah suatu tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera
mungkin dan bertujuan untuk menghentikan proses yang menuju kematian. Langkah
BLS yaitu Memeriksa respon pasien termasuk ada/tidaknya nafas secara visual,
Melakukan panggilan darurat, Circulation (Kompresi dada dilakukan sebanyak satu
siklus 30 kompresi, sekitar 18 detik), Airway (Head Tilt, Chin Lift), Breathing
( memberikan ventilasi sebanyak 2 kali, Kompresi jantung + nafas buatan (30 :
2)), Defribilasi. Skema dari EMC yaitu Injury, Pre Hospital stage, Hospital
Satge, dan Rehabilitation.
3.2 Saran
Kami
menyarankan agar siapapun yang membaca ini apabila mengetahui adanya korban
yang memerlukan Bantuan Hidup Dasar untuk segera ditolong dengan cepat
agar nyawanya bisa tertolong dengan cepat. Untuk menghindari hal-hal yang
tidak di inginkan.
DAFTAR PUSTAKA
ads-java.blogspot.com/2012/01/bantuan hidup dasar.siti rohmah
http//rido248.wordpress.com/2008/08/27all-about-first-aid-part-ii/
Muhammad Ashar. Maret 2011. Planning cardiac emergency medical
service with Mobile application in aceh rural. http://www.acehpublication.com/adic2011/ADIC2011-039.pdf
Tirti Lasprita. 3 September 2012. Bantuan Hidup Dasar (BLS).
http://www.scribd.com/doc/84871056/Bantuan-Hidup-Dasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar