Rabu, 27 Maret 2019

Naska Role Play dan Makalah Komunikasi Terapiutik Di UGD

 BABI


PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk memberikan informasi yang akurat dan membina hubungan saling percaya dengan klien sehingga klien akan merasa puas dengan pelayanan keperawatan yang diterimanya. Pada pasien gawat darurat perlu  memperhatikan tehnik-tehnik dan tahapan baku komunikasi terapeutik yang baik dan benar.

Komunikasi terapeutik merupakan cara yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia dan bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan  kesehatan di Rumah Sakit, sehingga komunikasi harus dikembangkan secara terus – menerus ( Kariyo, 1998 ).   Hubungan antara perawat dan klien  yang terapeutik bisa terwujud dengan adanya interaksi yang terapeutik antar keduanya, interaksi tersebut harus dilakukan sesuai dengan tahapan – tahapan baku interaksi terapeutik perawat klien, tahapan  itu adalah tahap pre orientasi, tahap orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi ( Stuart and Sunden.1998 ).   Pelayanan kesehatan menggunakan komunikasi yang langsung seperti pelayanan kesehatan, Rumah Sakit  merupakan tempat untuk mendapatkan pelayanan baik yang bersifat medik maupun keperawatan.

Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun 2009). Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau cacat / kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup.

Dalam pelaksanaan tindakan denagn klien gawat darurat perawat perlu melakukan komunikasi terapiotik pada klien harus dengan jujur, memberikan gambaran situasi yang sesunguhnya sedang terjadi dengan tidak menambahkn kecemasan dan memberikan suport verbal maupun non verbal . Klien dapat merasakan puas ataupun tidak puas apabila klien sudah mendapatkan pelayanan kesehatan  yang diberikan petugas di IGD, baik yang bersifat fisik, kenyamanan dan keamanan serta komunikasi terpeutik yang baik.

1.2  Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian dari gawat darurat ?
b.      Apa saja konsep dasar keperawtan gawat darurat ?
c.       Apa yang dimaksud dengan SPGDT ?
d.      Apa tujuan komunikasi pada gawat darurat ?
e.       Bagaimana tehknik komunikasi pada gawat darurat ?
f.       Apa rinsip-prinsip komunikasi gawat darurat ?
1.3  Tujuan
a.       Mahasiswa mengerti pengertian dari gawat darurat.
b.      Mahasiswa memahami kosep dasar keperawatan gawat darurat.
c.       Mahasiswa memahami tentang SPGDT.
d.      Mahasiswa mengerti tujuan dilakukan komunikasi gawat darurat.
e.       Mahasiswa bisa melakukan tehknik komunikasi pada gawat darurat secara benar.
f.       Mahasiswa memahami prinsi-prinsip komunikasi gawat darurat.






















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian gawat darurat
Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun 2009). Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau cacat / kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup.

2.2  Konsep dasar keperawatan gawat darurat
a.       Klien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya Mis:Sumbatan Jalan Napas atau distress nafas,  Luka Tusuk dada/perut dengan shock dan sesak,  hipotensi / shock.
b.      Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya. Bisanya di lambangkan dengan label merah. Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).
c.        Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Bisanya di lambangkan dengan label Biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir.
d.      Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya. Bisanya di lambangkan dengan label kuning. Misalnya : pasien Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.
e.        Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya di lambangkan dengan label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.


f.       Pasien Meninggal
Label hitam ( Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir. Adapun petugas triage di lakukan oleh dokter atau perawat senior yang berpengalaman dan petugas triage juga bertanggung jawab dalam operasi,pengawasan penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.
Selain dari penjelasan di atas di butuhkan pemahaman dampak atau psikologis pada saat keadaan gawat darurat.

2.3 Aspek psikologis pada situasi gawat darurat
a.       Cemas
Cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difius, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervaniasi, pada setiap orang tidak sama.
b.      Histeris
Dalam penggunaan sehari-hari nya histeria menjelaskan ekses emosi yang tidak terkendali. Orang yang "histeris" sering kehilangan kontrol diri karena ketakutan yang luar biasa karena suatu kejadian atau suatu kondisi
c.       Mudah marah
Hal ini terjadi apabila seseorang dalam kondisi gelisah dan tidak tahu apa yang harus di perbuat

2.4  SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat terpadu)
SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat terpadu) adalah suatu sistem pelayanan penderita gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra rumah sakit,pelayanan di rumah sakit dan pelayanan antar rumah sakit. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life saving. yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum, awam khusus, petugas medis, pelayanan ambulan gawat darurat dan sistem komunikasi.

a.      Fase pra rumah sakit
Fase pelayanan pra rumah sakit adalah pelayanan kepada penderita gawat darurat yang melibatkat masyarakat atau orang awam dan petugas kesehatan.  Pada umunya yang pertma yang menemukan pendrita gawat darurat di tempat musibah adalah masyarakat ynag dikenl oleh orang awam. Oleh karena bermanfaat bila orang awam diberi dan dilatih pengetahuan dan keterampilan penanggulanganan gawat darurat. Komunikasi ynag dilkukan pada fase pra rumah sakit yaitu dengan meyakin warga bahwa seorang perawat, mengecek kesadaran korban dengan menmanggil nama korban, menghubungi organisasi gawat darurat terdekat untuk pertolongan lanjut ke rumah sakit.
Contoh : di jalan terjadi kecelakaan kemudian penderita gawat darurat ditolong masyarakat yang telah mendapatkan pelatihan untuk gawat darurat, warga tadi menolong penderita gawat darurat mengamankan korban di tempat yang lebih aman, melakukan pertolongan di tempat kejadian seperti menolong menghentikan pendarahan, kemudian melaporkan korban ke organisasi pelayanan kegwatdaruratan terdekat, pengangkutan untuk pertolongan lanjut dari tempat kejadian ke rumah sakit.

b.      Fase pelayanan rumah sakit
Fase pelayanan rumah sakit adalah fase pelayanan yang melibatkan tenagan kesehatn yang dilakukan di dalam rumh sakit seperti pertolonga di unit gawat darurat. Komunikasi yang dilakukan pada tahap ini sama dengan komunikasi terapeutik, tetapi dalam hal ini tindakan yang cepat dan tepat lebih utama dilakuka kepada korban.
Contoh : ada korban kecelakaan yang menglami pendarahan masuk ke UGD, perawat menayakan identitas klien kemudian melakukan pemasangan infus untuk menganti cairan yang keluar, dengan menjelaskan tujuan pemasangan infus dengan sigkat dan jelas.

c.       Pelayanan antar rumah sakit ( rujukan )
Fase pelayanan antar rumah sakit ( rujukan ) adalah fase pelayanan yang melibatkan petugas kesehatan dengan petugas kesehatan rumah sakit lain atau rumah sakit satu dengan rumah sakit yang lain sebagai rujukan. Tindakan ini dilakukan apabila korban membutuhkan penanganan lebih lanjut tetapi rumah sakit yang pertama tidak bisa memberi pertolonan sehinga dirujuk ke rumah sakit lain yang bisa menanggani krban sebut. 
Contoh : korban kecelakaan parah di bawa ke salah satu rumah sakit tetap dirumhsakit tersebut tidak terdapat peralatan yng harus digunakan segera untuk pertolongan, kemudian rumahsakit tersebut menghubungi rumah sakit lain yang lebih cepat menganani , setelah itu pasien di kirim ke rumah sakit yang telah di hubungi tadi.




2.5  Tujuan komunikasi pada gawat darurat
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antar perawat dan klien melalui hubungan perawat dan klien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Tujuan komunikasi terapeutik pada klien gawat darurat menciptakan kepercayaan antara perawat dengan klien yang mengalami kondidi kritis atau gawat darurat dalam melakakan tindakan, sehingga klien cepat tertolong dan tidak terjadi hal yang fatal.

2.6  Tehknik komunikasi pada gawat darurat
a.       Mendengarkan
Perawat harus berusaha untuk mendengarkan informasi yang disampaikan oleh klien dengan penuh empati dan perhatian. Ini dapat ditunjukkan dengan memandang kearah klien selama berbicara, menjaga kontak pandang yang menunjukkan keingintahuan, dan menganggukkan kepala pada saat berbicara tentang hal yang dirasakan penting atau memerlukan ummpan balik. Teknik dimaksudkan untuk memberikan rasa aman kepada klien dalam mengungkapkan  perasaan dan menjaga kestabilan emosi klien.
b.      Menunjukkan penerimaan
Menerima bukan berarti menyetujui, melainkan bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan sikap ragu atau penolakan. Dalam hal ini sebaiknya perawat tidak menunjukkan ekspresi wajah yang menunjukkan ketidaksetujuan atau penolakan. Selama klien berbicara sebaiknya perawat tidak menyela atau membantah. Untuk menunjukkan sikap penerimaan sebaiknya  perawat menganggukkan kepala dalam merespon pembicaraan klien.
c.       Mengulang Pernyataan Klien
Dengan mengulang pernyataan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya mendapat respond an berharap komunikasi dapat berlanjut. Mengulang pokok pikiran klien menunjukkan indikasi bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien. 
d.      Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawta perlu mengehentikan pembicaraan untuk meminta penjelasan dengan menyamakan pengertian. Ini berkaitan dengan pentingnya informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan. Klarifikasi diperlukan untuk memperoleh kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi

e.       Menyampaikan Hasil Pengamatan
Perawat perlu menyampaikan hasil pengamatan terhadap klien untuk mengetahui bahwa pesan dapat tersampaikan dengan baik. Perawat menjelaskan kesan yang didapat dari isyarat nonverbal yang dilakukan oleh klien. Dengan demikian akan menjadikan klien berkomunikasi dengan lebih baik dan terfokus  pada permasalahan yang sedang dibicarakan

2.7  Prinsip komunikasi gawat darurat
Ciptakan lingkungan terapeutik dengan menunjukan prilaku dan sikap
a.       Caring ( sikap pengasuhan yang ditnjukan peduli dan selalu ingin memberikan bantuan)
b.      Acceptance (menerima pasien apa adanya)
c.       Respect (hormatati keyakinan pasien apa adanya)
d.      Empaty (merasakan perasaan pasien)
e.       Trust (memberi kepercayaan)
f.       Integrity (berpegang pd prinsip profesional yang kokoh)
g.      Identifikasikan bantuan yang diperlukan
h.      Terapkan teknik komunikasi: terfokus, bertanya,  dan validasi
i.        Bahasa yang mudah dimengerti
j.        Pastikan hubungan profesional dimengerti oleh pasien/keluarga
k.      Motivasi dan hargai pendapat & respon klien
l.        Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan memberikan sebutan yang negatif.



BAB III
ROLEPLAY
Sinapsis Role Play
              Pada masa dewasa ini kecelakaan di jalan tidak bisa dihindari. Dari pernyataan ini kami mengangkat kasus kecelakaan sebagai “role play” yang akan kami peragakan. Selain itu dibidang medis perawatan pada kecelakaan sangat sering terjadi dan harus diberikan perhatian khusus dan tindakan yang cepat tepat, maka dari itu pada roleplay mengenai komunikasi keperawatan dewasa pada kali ini kami mengambil masalah kecelakaan, yang dalam hal ini diceritakan terjadi kecelakaan antara mobil dan sepeda motor, seketika itu juga pada saat kejadian ada bapak dan ibu yangmenolong dan segera melarikan korban ke Rumah Sakit. Setiba di Rumah Sakit korban diberikan perawatan intensif secara cepat tepat, begitu juga tindakan penolong yang juga segera menghubungi keluarga korban melalui ponsel yang korban bawa ketika kejadian. Pada proses perawatan korban disinilah peran kolaborasi perawat dan dokter, perawat dan keluarga pasien, perawat dan pasien terjadi.
              Untuk lebih jelas mengenai kasus yang diangkat, bisa dipelajari pada naskah role play yang disertakan pada makalah ini.

Naskah Role Play

                        Pada suatu ketika ada adik kakak yang sedang pergi ke toko untuk membeli sepatu, mereka naik sepeda motor pergi ke toko sepatu. Saat di perjalanan mereka terjadi kecelakaan terserempet mobil, akhirnya mereka kecelakaan, lalu ada seorang bapak dan ibu yang menolongnya dan menelfon rumah sakit untuk membawanya dengan ambulan. Mereka pun dibawa kerumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit penolong langsung  meminta  perawat segeraa di tangani
Penolong         : mbak, ini ada pasien kecelakaan, tolong segera ditangani?
Perawat           : iya pak.. (perawat membawa pasien keruangan  UGD)
Penolong         : (penolong mencari no. hp keluarga dan meneleponnya…?)
                                     Halo, asalamualaikum. Apa benar ini dengan ibu wina…?
Ortu                             : iya, ada apa…
Penolong         : maaf sebelumnya pemilik hp ini sekarang telah mengalami kecelakaan dan saya    bawa ke RSU.
 Tolong ibu segera dating ke RSU.
Ortu                             : apa….??
Iya…  Saya akan segera datang….
terima kasih. …


Di RS
Beberapa waktu kemudian keluarga dari anak datang ke RS dalam keadaan panik.
Ortu                             : dimana anak saya dan gimana keadaannya…??
Penolong         : ini anaknya masih ditangani tim medis.
Ortu                             : ya sudah terima kasih atas bantuannya….
                                    (penolong pergi dan meninggalkan RS.
Perawat II       : (sambil memeriksa keadaan fisik pasien).
Perawat II       : (menulis identitas pasien dibantu ortu pasien)
Perawat II       : mari bu… silahkan duduk disini….
Ortu                             : iya mbak….
Perawat II       : nama anak ibu siapa…?, alamat…?, tanggal lahir….?, umurnya…?
Ortu                             : nama anak saya candri dan puput…
                                     Umur candri 15 tahun dan puput 19 tahun.
                                     Alamat  jln. Kartini ngawi
                                     Puput lahir 20 maret 1995
                                     Dan candri lahir 15 juni 1998
Perawat II       : apakah ibu memiliki kartu BPJS?
Ortu                             : umum saja mbak, saya tidak memiliki BPJS
Perawat II       : sebelumnya pernah berobat disini apa belum…?
Ortu                             : belum mbak…
(setelah mengisi identitas pasien perawat II membantu perawat I untuk melakukan perawatan pasien)
Perawat I        : apa yang dirasakan dek…?
Pasien I                       : saya merasa pusing, mual, dan badan terasa sakit semua.
Perawat I        : iya dek… sabar dulu ya….
(perawat melakukan anamnesa atau TTV)
Perawat I        : (melaporkan hasil pemeriksaan kepada dokter)
Dokter             : cepat dilakukan pemeriksaan heating dan diobservasi hematom yang ada dikepalanya.
Perawat I        : luka adek akan dilakukan tindakan untuk menghentikan perdarahan, tahan sebentar ya dek, di suntik dulu.
Pasien I           : iya mbak…
Perawat I        : (melakukan tindakan heating, membersihkan luka-luka, dan memberi kompres hangat pada daerah hematom pada kepala)
Perawat           : (setelah melakukan tindakan perawat berkomunikasi dengan ortu)
                         Bu luka dek candri udah di tangani tapi dilihat dulu keadaan anak ibu jika mual dan bengkaknya yang di kepala tambah besar harus di rawat inap, tapi jika tidak terjadi pembengkakan di kepala, dek candri boleh di bawa pulang.
Perawat I        : (setengah sampai 1 jam perawat kembali memeriksa keadaan candri)
                        Dek keadaan masih mual atau tidak.
Pasien I           : sudah agak mendingan mbak, tapi masih sedikit pusing.
Perawat I        : ya, nanti adek boleh pulang dan nanti minum obat yang diberikan dokter ya….
                        Nanti luka jahitannya jangan sampai kena air ya…
                        Dan jangan pilihpilih makanan, nanti kalau sudah 3 hari dan obat sudah habis kontrol kembali ke RSU ya…
Pasien I & ortu            : iya mbak…
Berakhirlah cerita pasien dan keluarga pulang
Terima kasih…







BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Komunikasi yang dilakukan kepada pasien yang dalam kondisi gawat darurat yaitu dengan komunikasi seperti komunikasi terapiotik lain, tetapi dalam hal ini yang lebih di utamakan dalam mengatasi gawat darurat adalah tindakan yang akan diberikan kepada pasien harus lebih cepat dan tepat.

4.2  Saran
Meskipun yang lebih diutamakan tindakan gawat darurat, perawat harus tetap melakukan komunikasi pada pasien, maupun keluarga pasien yang ada.



DAFRAT PUSTAKA
Indah ferdi.2014.SPGDT(sistem penangulangan gawat darurat).[online].http://indah-fedri.blogspot.com/2014/02/spgdt-sistem-penanggulangan-gawat.html.  [24 Mei 2015]
Thamiiaaa. 2013. KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT. [online].http://thamiiaaa.blogspot.com/2013/03/konsepdasar-keperawatan-gawat-2.html. [24 Mei  2015]
Sulfa Oktafiani.2013.Keperawatan Gawat Darurat.[online].http://sulfaoktafiani.blogspot.com/[24 Mei  2015]
http://adysusanto48.blogspot.co.id/2014/05/role-play-penerimaan-pasien-di-ugd-ady.html

Jumat, 01 Februari 2019

TRIAGE


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. SEJARAH TRIAGE
Penggunaan istilah triage ini sudah lama berkembang. Konsep awal triage modern yang berkembang meniru konsep pada jaman Napoleon dimana Baron Dominique Jean Larrey (1766 – 1842), seorang dokter bedah yang merawat tentara Napoleon, mengembangkan dan melaksanakan sebuah system perawatan dalam kondisi yang paling mendesak pada tentara yang datang tanpa memperhatikan urutan kedatangan mereka. System tersebut memberikan perawatan awal pada luka ketika berada di medan perang kemudian tentara diangkut ke rumah sakit/tempat perawatan yang berlokasi di garis belakang. Sebelum Larrey menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka tetap berada di medan perang hingga perang usai baru kemudian diberikan perawatan.
Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kontribusi lanjutan bagi filosofi triase. Dia mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup melalui tindakan pembedahan akan efektif bila dilakukan pada pasien yang lebih memerlukan.
Pada perang dunia I, pasien akan dipisahkan di pusat pengumpulan korban secara langsung akan dibawa ke tempat dengan fasilitas yang sesuai. Pada perang dunia II diperkenalkan pendekatan triage dimana korban dirawat pertama kali dilapangan oleh dokter dan kemudian dikeluarkan dari garis perang untuk perawatan yang lebih baik. Pengelompokan pasien dengan tujuan untuk membedakan prioritas penanganan dalam medan perang pada perang dunia I, maksud awalnya adalah untuk menangani luka yang minimal pada tentara sehingga dapat segera kembali ke medan perang.
Penggunaan awal kata “trier” mengacu pada penampisan screening di medan perang. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap hamper 100 juta orang yang memerlukan pertolongan di unit gawat darurat (UGD) setiap tahunnya. Berbagai system triage mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan UGD yang telah melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan penanganan segera. Tujuan triage adalah memilih atau menggolongkan semua pasien yang datang ke UGD dan menetapkan prioritas penanganan.

2.2. PENGERTIAN
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penanganan dan sumber daya yang ada.
Triage adalah suatu system pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat ringannya kondisi klien/kegawatdaruratannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.
Triase berasal dari bahasa Perancis trier dan bahasa inggris triage dan diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cidera/penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang yang memerlukan perawatan di UGD setiap tahunnya (Pusponegoro, 2010).

2.3. TUJUAN TRIAGE
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau drajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
1.         Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
2.         Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
3.         Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses penanggulangan/pengobatan gawat darurat
Sistem Triage dipengaruhi oleh :
1.         Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan
2.         Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
3.         Denah bangunan fisik unit gawat darurat
4.         Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis

2.4. PRINSIP DAN TIPE TRIAGE
“Time Saving is Life Saving (waktu keselamatan adalah keselamatan hidup), The Right Patient, to The Right Place at The Right Time, with The Right Care Provider.
1.      Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang mengancam kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di departemen kegawatdaruratan.
2.      Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
Ketelitian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses interview.
3.      Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila terdapat informasi yang adekuat serta data yang akurat.
4.      Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur diagnostic dan tugas terhadap suatu tempat yang diterima untuk suatu pengobatan.
5.      Tercapainya kepuasan pasien
·         Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas saat menetapkan hasil secara serempak dengan pasien
·         Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang dapat menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit dengan keadaan kritis.
·         Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga atau temannya.
Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan system prioritas, prioritas adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan :
·         Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
·         Dapat mati dalam hitungan jam
·         Trauma ringan
·         Sudah meninggal
Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan :
a.       Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
b.      Menilai kebutuhan medis
c.       Menilai kemungkinan bertahan hidup
d.      Menilai bantuan yang memungkinkan
e.       Memprioritaskan penanganan definitive
f.       Tag warna

TIPE TRIAGE DI RUMAH SAKIT
1)      Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse
a.       Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
b.      Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
c.       Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya
d.      Tidak ada dokumentasi
e.       Tidak menggunakan protocol
2)      Tipe 2 : Cek Triage Cepat
a.       Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregistrasi atau dokter
b.      Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
c.       Evaluasi terbatas
d.      Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera mendapat perawatan pertama
3)      Tipe 3 : Comprehensive Triage
a.       Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
b.      4 sampai  5 sistem kategori
c.       Sesuai protocol

2.5. KLASIFIKASI DAN PENENTUAN PRIORITAS
Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan pada keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum pasien serta hasil pengkajian fisik yang terfokus. Menurut Comprehensive Speciality Standart, ENA tahun 1999, penentuan triase didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh kembang dan psikososial selain pada factor-faktor yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur pasien lewat system pelayanan kedaruratan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan mencakup setiap gejala ringan yang cenderung berulang atau meningkat keparahannya.
Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam system triage adalah kondisi klien yang meliputi :
a.       Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat.
b.      Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan.
c.       Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan ABC (Airway /  jalan nafas, Breathing / Pernafasan, Circulation / Sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal atau cacat (Wijaya, 2010)
Berdasarkan prioritas keperawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
Tabel 1. Klasifikasi Triage
KLASIFIKASI
KETERANGAN
Gawat darurat (P1)
Keadaan yang mengancam nyawa / adanya gangguan ABC dan perlu tindakan segera, misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran, trauma mayor dengan perdarahan hebat
Gawat tidak darurat (P2)
Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Setelah dilakukan resusitasi maka ditindaklanjuti oleh dokter spesialis. Misalnya : pasien kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lainnya
Darurat tidak gawat (P3)
Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung diberikan terapi definitive. Untuk tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur minor /  tertutup, otitis media dan lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4)
Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis ringan / asimptomatis. Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan sebagainya.

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)
KLASIFIKASI
KETERANGAN
Prioritas I (MERAH)
Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar tingkat II dan III > 25 %
Prioritas II (KUNING)
Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat. Contoh : patah tulang besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak / abdomen, laserasi luas, trauma bola mata.
Prioritas III (HIJAU)
Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan.
Prioritas 0 (HITAM)
Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala kritis.

Tabel 3. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Keakutan (Iyer, 2004).
TINGKAT KEAKUTAN
KETERANGAN
Kelas I
Pemeriksaan fisik rutin (misalnya memar minor) dapat menunggu lama tanpa bahaya
Kelas II
Nonurgen / tidak mendesak (misalnya ruam, gejala flu) dapat menunggu lama tanpa bahaya
Kelas III
Semi-urgen / semi mendesak (misalnya otitis media) dapat menunggu sampai 2 jam sebelum pengobatan
Kelas IV
Urgen / mendesak (misalnya fraktur panggul, laserasi berat, asma); dapat menunggu selama 1 jam
Kelas V
Gawat darurat (misalnya henti jantung, syok); tidak boleh ada keterlambatan pengobatan ; situasi yang mengancam hidup
Beberapa petunjuk tertentu yang harus diketahui oleh perawat triage yang mengindikasikan kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi :
1.      Nyeri hebat
2.      Perdarahan aktif
3.      Stupor / mengantuk
4.      Disorientasi
5.      Gangguan emosi
6.      Dispnea saat istirahat
7.      Diaforesis yang ekstern
8.      Sianosis
9.      Tanda vital diluar batas normal (Iyer, 2004).

2.6. PROSES TRIAGE
Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkajian, misalnya terlihat sekilas kearah pasien yang berada di brankar sebelumm mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat utama. Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat, misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap 60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat darurat, pengkajian dilakukan setiap 15 menit/lebih bila perlu. Setiap pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru dapat mengubah kategorisasi keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan. Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual atau mengalami sesak nafas, sinkope, atau diaphoresis (Iyer, 2004).
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda-tanda objektif bahwa ia mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan data subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data subjektif yang berasal langsung dari pasien (data primer)

Alur dalam proses Triage
1.      Pasien datang diterima petugas / paramedic UGD
2.      Diruang triase dilakukan anamneses dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
3.      Bila jumlah penderita / korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD)
4.      Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna :
a.       Segera – Immediate (MERAH). Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya : Tension pneumothorax, distress pernafasan (RR<30x/menit), perdarahan internal, dsb
b.      Tunda – Delayed (KUNING). Pasien memerlukan tindakan definitive tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada ekstremitas dengan perdarahan terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh, dsb.
c.       Minimal (HIJAU). Pasien mendapat cidera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
d.      Expextant (HITAM). Pasien mengalami cidera mematikan dan akan meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : luka bakar derajat 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
e.       Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah, kuning, hijau, hitam.
f.       Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
g.      Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase merah selesai ditangani.
h.      Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
i.        Penderita kategori triase hitam (meninggal) dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah (Rowles, 2007).


2.7. DOKUMENTASI TRIAGE
Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau merekam peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan penting.
Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar nasional berperan sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal tersebut memungkinkan peninjau yang objektif menyimpulkan bahwa perawat sudah melakukan pemantauan dengan tepat dan mengkomunikasikan perkembangan pasien kepada tim kesehatan. Pencatatan, baik dengan computer, catatan naratif, atau lembar alur harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah melakukan pengkajian dan komunikasi, perencanaan dan kolaborasi, implementasi dan evaluasi perawatan yang diberikan, dan melaporkan data penting pada dokter selama situasi serius. Lebih jauh lagi, catatan tersebut harus menunjukkan bahwa perawat gadar bertindak sebagai advokat pasien ketika terjadi penyimpangan standar perawatan yang mengancam keselamatan pasien (Anonimous, 2002).

Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :
1.      Waktu dan datangnya alat transportasi
2.      Keluhan utama
3.      Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4.      Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5.      Penempatan di area pengobatan yang tepat (missal : cardiac versus trauma, perawatan minor vs perawatan kritis)
6.      Permulaan intervensi (missal : balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur diagnostic seperti pemeriksaan sinar X, EKG, GDA, dll

KOMPONEN DOKUMENTASI TRIAGE
·         Tanda dan waktu tiba
·         Umur pasien
·         Waktu pengkajian
·         Riwayat alergi
·         Riwayat pengobatan
·         Tingkat kegawatan pasien
·         Tanda-tanda vital
·         Pertolongan pertama yang diberikan
·         Pengkajian ulang
·         Pengkajian nyeri
·         Keluhan utama
·         Riwayat keluhan saat ini
·         Data subjektif dan data objektif
·         Periode menstruasi terakhir
·         Imunisasi tetanus terakhir
·         Pemeriksaan diagnostic
·         Administrasi pengobatan
·         Tanda tangan registered nurse

Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta dokumentasi pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam tulisan rencana perawatan formal (dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu, dokumentasi oleh perawat pada saat instruksi tersebut ditulis dan diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi perubahan status pasien atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter secara bersamaan akan membentuk “landasan” perawatan yang mencerminkan ketaatan pada standar perawatan sebagai pedoman.
Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu melakukan dan mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu, sesuai dengan standar yang disetujui. Perawat harus mengevaluasi secara continue perawatan pasien berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk menentukan perkembangan pasien kea rah hasil dan tujuan dan harus mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi pengobatan dan perkembangannya. Standar Joint Commision (1996) menyatakan bahwa rekam medis menerima pasien yang sifatnya gawat darurat, mendesak, dan segera harus mencantumkan kesimpulan pada saat terminasi pengobatan, termasuk disposisi akhir, kondisi pada saat pemulangan, dan instruksi perawatan tindak lanjut.

Proses dokumentasi triage menggunakan system SOAPIE, sebagai berikut :
1.      S : data subjektif
2.      O : data objektif
3.      A : analisa data yang mendasari penentuan diagnosa keperawatan
4.      P : rencana keperawatan
5.      I : implementasi, termasuk didalamnya tes diagnostic
6.      E : evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasien terhadap pengobatan dan perawatan yang diberikan (ENA, 2005)












DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 1999. Triage Officers Course. Singapore : Departement of Emergency
Medicine Singapore General Hospital
Anonimous, 2002. Disaster Medicine. Philadelphia USA : Lippincott Williams
ENA, 2005. Emergency Care. USA : WB Saunders Company
Iyer, P. 2004. Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
            Jakarta : EGC
Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC
Wijaya,  S. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Denpasar : PSIK FK

Naska Role Play dan Makalah Komunikasi Terapiutik Di UGD

  BABI PENDAHULUAN 1.1    Latar Belakang Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk memberikan informasi yang akurat dan ...